Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banjarnegara
Jl. K.H. Ahmad Dahlan No.8, Banjarnegara, Jawa Tengah 53418

Membangun Spirit Dan Karakteristik Islam Berkemajuan

Oleh : Ahmad Solikhun

Meresapi Kembali Makna Islam

Islam adalah agama wahyu yang sempurna dan paripurna. Menurut Tarjih Muhammadiyah,

لدِّيْنُ (اَلدِّيْنُ اْلإِسْلاَمِيُّ لِلْمُحَمَّدِيِّ) هُوَ مَااَنْزَلَهُ اللهُ فِى الْقُرْآنِ وَمَاجَاءَتْ بِهِ السُّنَّةُ الصَّحِيْحَةُ مِنَ اْلأَوَامِرِ وَالنَّوَاهِى وَاْلإِرْشَادَاتِ لِصَلاَحِ الْعِبَادِ دُنْيَاهُمْ وَاُخْرَاهُمْ

Agama – yakni agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w. – ialah apa yang diturunkan oleh Allah di dalam al-Quran dan yang tersebut dalam Sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di Dunia dan Akhirat (Himpunan Putusan Tarjih, 1987: 276).

Kata Islam itu memiliki beberapa arti, Pertama : damai. Jadi, Mewujudkan Nilai-nilai Keislaman yang Maju dan Mencerahkan adalah kehidupan yang damai, dengan jalan tengah yang seimbang, dengan dialog, saling menghargai. Kata triliteral semitik ‘sin-lam-mim’ menurunkan beberapa istilah terpenting dalam pemahaman keislaman, yaitu “Islam” dan “Muslim”. Semuanya berakar dari kata “salam” yang berarti kedamaian. Mengutip Hadis Nabi yang berkaitan dengan definisi ‘islam’. Hadis tersebut berbunyi “اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلَمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ” yang berarti seorang muslim adalah orang yang mendapat kedamaian dan terhindar dari kekerasan lidah dan tangan orang lain.

Selain bermakna ‘damai’, kata ‘islam’ juga berarti keluar dari satu tempat menuju ruang baru. Dalam pepatah Arab dikatakan ‘kuntu ra’iya ibilin fa aslamtu ‘anha’ yang berarti “dulu aku seorang pengembala lalu aku keluar mencari kehidupan yang baru”. Dalam pepatah tersebut kata ‘aslamtu’ dimaknai dengan ‘perubahan menuju yang baru’. Karenanya, tidak heran jika muncul sebuah adagium ‘Islam sholihun li kulli zaman wa makan’ atau Islam itu sesuai dengan waktu dan tempat. Artinya keluwesan inilah yang menjadikan Islam arif dan mudah didakwahkan kepada umat manusia. Ajaran yang terkandung di dalamnya bijaksana yang meninggalkan kesan kaku dan tidak dapat beradaptasi. Tetapi justru Islam mampu menjawab tantangan kontemporer.

Makna Ketiga dari kata ‘islam’ selain ‘damai’ dan ‘ke tempat yang baru’ juga berarti ‘sullam’ atau ‘tangga’. Dari pengertian tersebut, kata ‘islam’  bermakna selalu meningkatan kualitas kehidupan manusia

Perbincangan Islam Berkemajuan mulai ramai dalam khasanah Keislaman di Indonesia sejak 2010, dengan munculnya Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua (2010) sebagai hasil Muktamar Muhammadiyah ke 47 di Yogyakarta. Walaupun sesungguhnya kata “berkemajuan” sudah ada sejak awal didirikannya persyarikatan Muhammadiyah dari ungkapan KH Ahmad Dahlan yang selalu dipesankan : Dadiyo Kyai sing kemajuan lan aja kesel-kesel anggonmu nyambutgawe kanggo Muhammadiyah

Dalam dokumen statuen pendirian Persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912, Kyai Dahlan merumuskan tujuan Muhammadiyah mencakup dua hal:

  1. Menyebarluaskan Pengajaran Igama Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputera di dalam residensi Yogyakarta, dan
  2. Memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya. Berdasarkan rumusan pertama ini, kita dapat menemukan kata “memajukan”, bahwa selain menyebarkan pengajaran agama, juga untuk memajukan agama Islam.

Dan dua tahun setelah berdiri pada 1914, tujuan Muhammadiyah mengalami perluasan jangkauan wilayah, sehingga berubah menjadi:

  1. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama Islam di Hindia Nederland, dan
  2. Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lid-nya.

Lima Karakteristik Islam Berkemajuan

Pandangan Islam Berkemajuan merupakan ikhtiar untuk menggali dan mengaktualisasikan kembali  pemikiran Islam yang digagas dan dipraktikkan oleh pendiri Muhammadiyah, Kyai Haji Ahmad Dahlan dan generasi awal gerakan Islam ini.

Istilah dan konsep “Islam Berkemajuan” yang dikembangkan Muhammadiyah merupakan suatu “pandangan keagamaan” (religious view) khususnya “pandangan keislaman” (Islamic view),  sama dengan perspektif keagamaan (religious perspective) yakni “perspektif keislaman” (Islamic perspective) dalam kerangka pemikiran paradigmatik. Jadi bukan suatu aliran atau mazhab keagamaan dalam Islam.

Dalam rangka menyempurnakan misi pemajuan pemikiran dan pemahaman akan ajaran agama Islam, merujuk kepada Risalah Islam Berkemajuan (2022), Muhammadiyah memiliki lima ciri khas atau karakteristik (al-Khasha’ish al-Khams li al-Islam al-Taqaddumi).

Pertama, berlandaskan pada Tauhid Yang Murni (al- Mabni ‘ala al-Tauhid). Tauhid yang murni adalah keyakinan bahwa Allah adalah tuhan yang esa, yang membebaskan manusia dari faham kemusyrikan, percampuran dan kenisbian agama. Lebih dari itu, tauhid bermuara pada pembebasan manusia dari belenggu ketidakadilan dan penghisapan antarmanusia. Salah satu misi utama Muhammadiyah adalah menegakkan tauhid yang murni. Muhammadiyah seringkali disebut sebagai gerakan Islam puritan karena keteguhannya dalam mengajak masyarakat untuk senantiasa berpegang pada akidah yang lurus, bersih dari anasir yang merusak seperti keyakinan terhadap tahayul, relativisme agama, dan sekularisme.

Islam Hanifiyah sebagai wujud dari Tauhid yang murni akan melahirkan jiwa jiwa yang merdeka dan memiliki jiwa optimis dalam menghadapi tantangan zaman dan memajukan persyarikatan Muhammadiyah. Sehingga di Muhammadiyah tidak hanya dikenal Teologi Al Ma’uun, Teologi Al Ashr tetapi juga Teologi Al Insyirah. Jiwa Optimis tidak akan berputus asa karena yakin Allah akan senantiasa memberikan jalan kemudahan disetiap kesulitan.

Tauhid yang murni juga akan melahirkan sikap unity of humanity (Kesatuan kemanusiaan), memandang semua manusia pada derajat yang sama. Memandang manusia pada hak yang sama (Sawasiyah). Sehingga di Muhammadiyah tidak ada manusia manusia sub ordinat semua punya hak yang sama dalam memajukan persyarikatan dengan landasan Tauhid.

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan. (Qs An Nahl :97)

Bertauhid harus diwujudkan dalam bentuk perjuangan untuk membebaskan manusia dari belenggu ketidakadilan dan penghisapan antarmanusia, bersikap kritis terhadap ketimpangan dan kemungkaran, serta pada saat yang sama menyemaikan benih-benih kebenaran dan kebaikan, seperti perdamaian, keadilan, kemaslahatan, dan kesejahteraan. Tauhid menghadirkan keikhlasan dalam beramal, berdakwah amar makruf nahi mungkar, dan membuang jauh-jauh kesombongan dan penggunaan segala cara untuk mengejar kekuasaan dan kekayaan yang hanya berjangka pendek dalam topeng kesalehan.

Kedua, bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah (al-Ruju’ ila al-Qur’an wa al-Sunnah). Al-Qur’an adalah sumber utama keyakinan, pengetahuan, hukum, norma, moral dan inspirasi sepanjang zaman. Sunnah Rasul menggambarkan diri Nabi Muhammad SAW sebagai teladan yang harus dicontoh. Dalam memahami dua sumber tersebut, diperlukan pengkajian terhadap teks-teks, pemikiran yang luas, serta akal, ilmu pengetahuan dan teknologi. Memahami al-Qur’an dan sunnah secara mendalam bagi Muhammadiyah, artinya beragama harus berdasarkan Al-Qur’an dan sunah. Muhammadiyah melarang sikap taklid beribadah tanpa dasar-dasar dan pemahaman yang mendalam. Muhammadiyah juga tidak menolak pendapat dan eksistensi mazhab, tetapi tidak mengikuti mazhab tertentu secara taken for granted.

Muhammadiyah mendorong kita semua memahami ajaran Allah Swt ini melalui al Quran dan al Sunah tetapi dengan pemahaman yang komprehensif, integratif atau istiqra’ ma’nawi dengan memanfaatkan kolektivitas dalil untuk bisa memahami Islam secara baik. Sehingga Tafsir At Tanwir menjadi salah satu jawaban memahami Al Quran dan As Sunnah dengan pendekatan Bayani (Teks), Burhani (Sains) dan Irfani (al-‘ilm al-hudluri).

Ketiga, menghidupkan Ijtihad dan Tajdid (Ihya’ al-Ijtihad wa al-Tajdid). Ijtihad dihidupkan melalui pemanfatan akal dan ilmu pengetahuan yang dilakukan secara terus-menerus agar melahirkan pemahaman yang sesuai dengan tujuan agama dan yang sesuai dengan problem-problem yang dihadapi oleh umat manusia. Tajdid adalah upaya pemurnian akidah dan dinamisasi muamalah dalam mewujudkan cita-cita kemajuan dalam semua segi kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan kebudayaan.

Ijtihad tidak berhenti pada tataran pemikiran bagaimana memahami agama tetapi juga berlanjut pada bagaimana mewujudkan ajaran agama dalam semua lapangan kehidupan, baik individu, masyarakat, umat, bangsa maupun kemanusiaan universal. Ijtihad merupakan bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan tajdid, yang bermakna pembaharuan baik dalam bentuk pemurnian maupun dinamisasi dalam pemahaman dan pengamalan agama. Pemurnian diterapkan pada bidang akidah dan ibadah, sementara dinamisasi (dalam makna peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya) diterapkan pada bidang akhlak dan muamalah dunyawiyah. Tajdid diperlukan karena pemahaman agama selalu menghadapi tantangan zaman dan situasi masyarakat yang terus berubah.

Tugas dari tajdid ini ialah bagaimana ajaran Allah tetap fungsional di dalam segala zaman dan perubahan. Agama Allah ini harus tetap memberikan ruh dan memberikan arah dari seluruh gerak masyarakat.

Keempat, mengembangkan wasathiyah (Ta’ziz al-Wasathiyah). Wasathiyah bermakna moderasi yang menolak ekstremisme dalam beragama baik dalam bentuk sikap berlebih-lebihan (ghuluww) maupun sikap pengabaian (tafrith). Wasathiyah juga bermakna posisi tengah di antara dua kutub, yakni ultra- konservatisme dan ultra-liberalisme dalam beragama. Selaras dengan itu, wasathiyah bukan berarti sekularisme politik atau permisivisme moral, tetapi sikap seimbang (tawazun) antara kehidupan personal dan sosial, serta duniawi dan ukhrawi. Karena Islam merupakan agama wasathiyah, maka ia harus menjadi ciri yang menonjol dalam berfikir dan bersikap umat Islam.

Moderat atau Wasathiyah sebagai sikap dasar keagamaan memiliki pijakan kuat pada ayat Al-Quran tentang ummatan wasatha dalam QS al-Baqarah ayat 143. Ummatan wasatha merupakan citra ideal umat terbaik (khair al-ummah) sebagaimana yang termaktub dalam QS Ali Imran ayat 110. Dalam Islam, wasathiyah pada intinya bermakna sikap tengah di antara dua kubu ekstrem.

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ ۗوَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

143.  Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan40) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menetapkan kiblat (Baitulmaqdis) yang (dahulu) kamu berkiblat kepadanya, kecuali agar Kami mengetahui (dalam kenyataan) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sesungguhnya (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.

40) Umat pertengahan berarti umat pilihan, terbaik, adil, dan seimbang, baik dalam keyakinan, pikiran, sikap, maupun perilaku.

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ

110.  Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Seandainya Ahlulkitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.

Wasathiyah diwujudkan dalam sikap sosial (1) tegas dalam pendirian, luas dalam wawasan, dan luwes dalam sikap; (2) menghargai perbedaan pandangan atau pendapat; (3) menolak pengkafiran terhadap sesama muslim; (4) memajukan dan menggembirakan masyarakat; (5) memahami realitas dan prioritas; (6) menghindari fanatisme berlebihan terhadap kelompok atau paham keagamaan tertentu; dan (7) memudahkan pelaksanaan ajaran agama.

Kelima, mewujudkan rahmat bagi seluruh alam (Tahqiq al-Rahmah li al-‘Alamin). Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi semesta alam. Karena itu, setiap Muslim berkewajiban untuk mewujudkan kerahmatan itu dalam kehidupan nyata. Misi kerahmatan itu bukan saja penting bagi kemaslahatan umat manusia, tetapi juga bagi kemaslahatan seluruh makhluk ciptaan Allah di muka bumi ini, seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, lingkungan dan sumber daya alam.

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam. (Qs Al Anbiya:107).

Islam mengajarkan agar berbuat baik (ihsan) terhadap siapa saja, tanpa melihat sekat-sekat keagamaan maupun sekat-sekat primordial. Islam sejak awal telah memproklamirkan diri sebagai agama kasih sayang yang mengajarkan umatnya agar menyebarkan rahmat tidak hanya bagi manusia tetapi juga lingkungan termasuk para hewan. Dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, misalnya, terdapat satu bab tentang berbuat baik kepada binatang (al-rifqu bi al-hayawan).

Rahmatan bagi semesta alam ini tidak hanya untuk manusia, tetapi juga untuk lingkungan termasuk kelangsungan hidup hewan. Pada hakikatnya Islam memberikan perhatian yang besar terhadap makhluk Allah yang berupa hewan-hewan.

Dengan demikian Islam Rahmatan Lil ‘Alamin adalah Islam yang anti kekerasan dan membuat kerusakan, pantang menghina, merendahkan atau memberi label negatif, menjauhi prejudice (su’udzan), mencari-cari kesalahan orang lain (tajassus) dan ghibah.

Spirit Islam Berkemajuan Membangun Pusat Keunggulan

Qs Ali Imran 110, menjadi spirit Islam berkemajuan adalah sebagaimana hasil Muktamar Muhammadiyah 48, bagaimana Persyarikatan Muhammadiyah mampu melahirkan pusat pusat keunggulan untuk mewujudkan tujuan Persyarikatan Muhammadiyah. Ber Fastabiqul khoirot adalah berlomba-lomba untuk menjadi terbaik. Pusat-pusat Keunggulan dimaksud antara lain:

  1. Masjid yang unggul

(sebagai Pusat peradaban Umat Islam) yang makmur dan memakmurkan.

  • Kaderisasi yang unggul
  • Kaderisasi untuk disumbangkan menjadikan kader umat, kader bangsa dan kader persyarikatan
  • Memiliki kader kader politik unggul yang mampu mewarnasi kepribadian Muhammadiyah didalamnya.
  • Institusi Pendidikan yang unggul
  • Pesantren yang Unggul
  • Sekolah dan Madrasah yang unggul
  • Perguruan Tinggi yang unggul
  • Lembaga Dakwah yang unggul
  • Televisi
  • Radio
  • Media sosial  (internet: facebook; twitter, WA, instagram)
  • Surat kabar
  • Majalah  
  • Lembaga Ekonomi yang Unggul
  • LAZISMU (Lembaga Amil Zakat Infak Shadaqah Muhammadiyah)
  • Sentra-sentra bisnis umat Islam
  • Pendayagunaan Wakaf untuk kesejahteraan umat
  • Lembaga Kesehatan yang unggul
  • Rumah sakit.
  • Klinik 
  • Lembaga Sosial yang unggul
  • Panti asuhan.
  • Panti jompo (Senior Care)

Penutup

Islam Berkemajuan dikembangkan atas dasar keyakinan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kemajuan  dalam semua aspek kehidupan. Sebagai organisasi yang berdasarkan Islam, Muhammadiyah dan seluruh warganya, terutama para pemimpin, memiliki tanggung jawab untuk senantiasa menguatkan nilai-nilai kemajuan itu dalam pemahaman agama dan perwujudannya dalam kehidupan pribadi, berorganisasi, bermasyarakat, berbangsa, dan berkemanusiaan universal.

Warga Muhammadiyah juga memikul tanggung jawab untuk mendakwahkan konsep dasar Islam Berkemajuan agar menjadi kesadaran bagi umat Islam untuk meraih keunggulan dan pemahaman bagi masyarakat global untuk menciptakan tata dunia yang ramah, adil dan damai demi kemaslahatan umat manusia pada khususnya dan seluruh ciptaan Allah SWT di muka bumi ini pada umumnya.

Semua lembaga di dalam Persyarikatan Muhammadiyah berkewajiban untuk mengaktualisasikan konsep dasar Islam Berkemajuan dalam semua gerak dan langkahnya sebagai perkhidmatan kepada umat Islam, bangsa Indonesia, dan seluruh umat manusia. Tanggung jawab tersebut merupakan konsekuensi bagi setiap warga Muhammadiyah yang secara sadar dan sukarela memilih Muhammadiyah yang berkepribadian dakwah dan tajdid ini sebagai wadah untuk beramal dan berkhidmat untuk mencapai ridha Allah SWT. Dalam rangka mencapai tujuan itu, Muhammadiyah mengembangkan kerja sama dengan semua kalangan atas prinsip kebajikan dan ketakwaan.

*) Disampaikan pada pengajian Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banjarnegara, 12 Rabi’ul Akhir 1445 H

Referensi

Buku Risalah Islam Berkemajuan hasil Muktamar Muhammadiyah ke 48 di Surakarta.

Share the Post:
Related Posts