Akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah bullying, semakin santer. Bahkan ada anak yang mengaku menjadi korban bullying. Bullying bisa terjadi di berbagai komunitas tak terbatas sekat sosial.
Bullying merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan, baik dilakukan dengan ucapan langsung, sindiran ataupun bahkan tanda mengejek dengan anggota tubuh. Bullying bisa dilakukan secara personal maupun kelompok. Bullying bertujuan untuk menyakiti orang lain dan dilakukan secara berulang.
Bullying ini sering terjadi di suatu komunitas yang memungkinkan hidup secara bersama. Misal terjadi di sekolah, madrasah, pondok pesantren, tempat bermain bahkan terjadi juga pada suatu masyarakat tertentu. Pelaku bullying biasanya dari golongan yang lebih kuat, bisa jadi lebih kuat materinya, ataupun kelebihan yang lain. Ditambah dengan mentalnya yang tidak terpuji yakni dengan menyakiti orang lain.
Bullying di-latar belakangi oleh adanya sifat yang tidak baik dari satu atau beberapa orang dalam suatu komunitas. Perasaan ingin menang sendiri dan adanya upaya untuk menyakiti orang lain.
Jika dibiarkan, bullying bisa tumbuh subur seperti jamur di musim hujan, seorang siswa akan melakukan bullying ketika ada kesempatan dan tidak ada kesibukan lain. Sehingga dia mem-bully orang lain.
Walaupun seseorang mempunyai waktu senggang, tetapi kalau sifat dan sikapnya tidak dihinggapi hasrat untuk menyakiti, maka seseorang tersebut tidak akan memiliki pikiran membully orang lain.
Bullying-pun bisa terjadi di komunitas lembaga pendidikan, seperti terjadi di sekolah, madrasah ataupun pondok pesantren. Selain anak-anak yang perlu mendapatkan doktrin tentang akhlakul karimah Faktor lain yang membuat bullying ini makin besar juga bisa disebabkan karena ketiadaan pengawasan atau kebersamaan dari pengasuh dan pendamping. Anak-anak yang suka mem-bully biasanya diawali karena iseng semata, kemudian anak yang mendapat perundungan tersebut menangis, hal tersebut ternyata membuat pem-bully bertambah senang untuk mem-bully.
Pada era beberapa tahun sebelum ini, atau sekitar tahun 2000-an, dikenal istilah mengejek dan diejek, bukan bully atau membully. Tapi nyaris sama maknanya seperti bakso dan pentol.
Ketika hidup pada suatu komunitas atau hidup bersama, maka akan terjadi komunikasi dan “gesekan” dengan sesama. Ketika di sekolah maka akan terjadi gesekan dengan sesama siswa. Dan sangat bisa saja terjadi di kalangan guru juga terjadi gesekan.
Siswa saling bergaul, bercanda, tertawa, dan bahkan saling mengejek. Kemudian ketika saling ejek mengejek, ada yang menangis atau tertindas, maka akan diulangi ejekan itu di waktu lain, karena yang mengejek merasa senang tatkala melihat temannya tertindas dan menangis. Itulah yang terjadi, seperti kalimat lawas yang telah kita kenal “senang melihat orang lain susah”
Aktivitas bullying kerap terjadi ketika seseorang hidup bersama. Hidup berkomunitas, dan hidup bermasyarakat. Bullying tidak terjadi ketika seseorang hidup sendirian dan minim interaksi dengan orang lain.
Ketika bullying sudah menjadi suatu tindakan anarkhis yang terselubung, maka sudah seharusnya praktik bullying ditiadakan dari kehidupan ini. Terlebih dalam dunia komunitas pendidikan. Upaya menghindari bullying di lingkungan sekolah dan pondok pesantren sudah semestinya bisa dilakukan. antara lain:
Pertama. Dengan menekankan doktrin kepada siswa atau santri bahwasanya menyakiti orang lain itu merupakan perbuatan yang jelek dan tidak terpuji. Mengolok-olok teman adalah bagian dari menyakiti sesama, maka bullying adalah perilaku tidak terpuji.
Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Kedua, pengawasan dari orang tua/wali. Ketika mendapati anaknya mem-bully teman maka bisa langsung dinasihati, ketika anak orang lain juga sama, dinasihati bahwa hal itu adalah tidak baik dengan cara nasihat yang baik dan tidak membuat tersinggung.
Ketiga adalah adanya pengawasan guru atau ustaz. Orang tua dan guru bisa bekerja sama, tukar informasi dan bersama-sama melakukan edukasi terhadap anak bahwa perilaku bullying merupakan perbuatan yang tidak terpuji.
Tekankan juga pada anak bahwa kita selalu diawasi oleh Allah SWT. Bukan diawasi oleh manusia. Tapi kita beramal sholeh karena Allah ta’ala. Menghindari perbuatan dosa dan menyakiti orang lain juga karena ibadah kepada Allah ta’ala.
Hidup bersama tentu tak akan lepas dari “gesekan”. Bullying adalah bagian dari gesekan yang diakibatkan karena hidup bersama. Maka bullying adalah adalah hal yang harus dihadapi dan dicarikan rasa kesetiakawanan tanpa memunculkan rasa dendam. Semoga yang sedikit ini bermanfaat untuk kita semua dalam upaya menghindari perilaku bullying, khususnya di lingkungan pendidikan.
Author : Agus Triawan (Mudir PP Daarul Falaah Merden)
Editor : Dhimas Raditya Lustiono