“Ilmu itu diberi bukan mendatangi”
Sebuah jargon yang sangat dalam bagi mereka yang sedang mencari ilmu. Melalui jargon itulah, kita bisa memahami mengapa ada sekolah dan madrasah.
Untuk memperoleh ilmu semestinya kita tidak hanya diam, menunggu guru datang menghampiri. Tapi harus mampir ke taman surga bernama majelis ilmu.
Ya, utamanya kita perlu mendatangi sumber ilmu. Karena pastinya di situlah tempat guru berada. Sayangnya, dunia sudah berubah. Sekolah dan madrasah hanya seperti tempat memperoleh ijazah.
Padahal di sekolah dan madrasah kedalaman akal dan hati diasah. Begitu juga dengan majelis ilmu. Bergeser dari masjid dan madrasah ke layar sentuh yang sangat mudah diakses oleh siapapun.
Padahal ilmu akan lebih membekas bila diikuti dengan laku tirakat dan perjuangan panjang di dalam dan luar kelas. Akibatnya, banyak orang mencari ilmu hanya sebagai pemuas nafsu. Guru jadi rujukan untuk sebuah pembenaran atau bahan omongan tatkala diminta wejangan.
Banyak orang dengan mudah meremehkan Guru yang tidak terkenal. Membandingkan dengan mereka yang sudah langganan mengisI portal dan kebetulan jadi viral.
Jika guru saja diremehkan, bagaimana mungkin ilmu akan meresap ke dalam kalbu? Jika guru saja sudah dipilah mana yang disuka dan mana yang di-nomorduakan, bagaimana jiwa akan tercerahkan?
Allah Sang Pemilik ilmu tidak pernah menyebutkan melalui siapa ilmu itu akan hadir dalam kalbu kita. Allah juga bisa saja mencoba kita, dengan mendatangkan guru biasa saja. Tapi sebenarnya itu jodoh kita.
Kalau kita menolak guru yang menjadi jodoh kita, kemudian sibuk mencari guru lain supaya dahaga nafsu terpenuhi, maka akankah ilmu itu membekas dalam dada? Bukankah hakikat ilmu itu bukan soal pengetahuan saja? Ilmu yang benar pasti memberi dampak pada para pemiliknya, dan berkah ilmu itu bukan hanya dari mereka yang terlihat hebat dan mumpuni di bidangnya. Tapi bisa saja datang dari anak kecil sekalipun.
Ingat dulu bagaimana Hasan dan Husain berlomba wudhu yang baik. Tujuannya hanya untuk mengajari orang dewasa yang salah dalam praktek wudhunya. Jika orang itu meremehkan anak kecil hebat itu, bagaimana dia bisa menyadari kesalahannya?
Oleh karena itu, di manapun majelis ilmu yang kita pijak. Mari buka pintu ilmu dalam hati kita. Rendahkan diri pada guru yang mengampu ilmu. Meskipun sepertinya kita sudah tahu terlebih dahulu. Tapi majelis ilmu jtu bukan soal ilmu lama atau baru, yang terpenting adalah keberkahan dari ilmu yang ada, dan itu bisa berasal dari siapa saja, termasuk anak kecil yang belum baligh sekalipun.