“Sejarah merupakan ilmu yang diibaratkan dengan penglihatan tiga dimensi; pertama melalui penglihatan ke masa silam, kedua masa sekarang, dan ketiga ke masa yang akan datang.” (Ruslan Abdul Gani)
Apakah kita pernah diberikan sebuah pertanyaan tentang, “Kapankah perang Diponegoro itu berlangsung?” lalu dijawab dengan jawaban, “Perang Diponegoro terjadi setelah Magrib, karena terjadi 1825-1830.” Pertanyaan khas Jokes Bapak-bapak yang kemungkinan besar kita pernah mendengarnya. Padahal pertanyaan itu mengandung unsur pengetahuan sejarah yang pernah terjadi, pembuatan jawaban “setelah maghrib” tentunya merupakan plesetan untuk tidak menegangkan otak untuk mengingat detail demi detail sebuah sejarah.
Apakah sejarah itu menjemukan?
Siapakah yang pernah sedikit menguap atau bahkan hendak tertidur ketika Pengajar atau Guru sejarah kita sedang memberikan pelajaran sejarah? Apakah sejarah begitu menjemukan? Ya benar memang, jika sejarah disampaikan dengan narasi ceramah tanpa henti tentunya sangat menjemukan untuk didengarkan. Namun, ternyata jika sejarah itu disajikan dengan begitu epic dan menarik tentunya akan membuat seorang siswa menjadi tertarik dengan pelajaran sejarah.
Menghadirkan tulisan sejarah yang tidak hanya memberian bukti-bukti semata namun juga mampu memberikan interestasi akan sebuah kejadian dan memberikan nilai atas kejadian-kejadian serta menyajikannya melalui bahasa yang tepat sesuai massanya tentunya akan memberikan dampat signifikan mengenai pembelajaran mengenai sejarah, sehingga sejarah tidak lagi menjemukan.
Kegunaan Sejarah
Ketika sejarah menarasikan tentang bagaimana Kiai Dahlan ketika sedang susah ia menjual segala barang untuk ia gunakan uang hasil penjualan demi menjalankan roda keuangan Madrasah yang baru ia dirikan karena kekurangan dana untuk menggaji para Guru, atau ketika kita diperdengarkan tentang Narasi bagaimana Buya Hamka mampu lolos dari kejaran tentara Belanda dengan bersembunyi di semak-semak, atau mungkin kita menjadi sangat bersemangat ketika membaca tulisan Janji BJ Habibie ketika ia sakit di Jerman dan tetap berjanji kepada tanah airnya untuk mengabdi. Kisah-kisah heroik tokoh juga merupakan bagian dari sejarah yang saat ini banyak dituliskan. Sejarah memang harus dihadirkan untuk menghadirkan semangat dari masa lalu, untuk digelorakan pada masa kini, dan masa depan.
Koentowijoyo dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah membeberkan bahwa bagi beliau tidak ada orang yang mau belajar sejarah jika sejarah itu tidak memiliki kegunaan, maka dalam catatan beliau sejarah memiliki minimal empat kegunaan yaitu sejarah sebagai ilmu, sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau, sejarah sebagai wadah penyataan atau pendapat, dan sejarah sebagai profesi.
Kita memahami bahwa sejarawah banyak dari mereka menuliskan sejarah namun mereka tidak terdidik secara akademik untuk menjadi sejarawan, bagi Koentowijoyo seorang penulis sejarah dapat berasal darimana saja, karena sejarah merupakan ilmu yang terbuka dapat dilihat bagaimana sejarah tersaji dalam bahasa sehari-hari, tidak menggunakan istilah teknis, sehingga siapapun dapat menjadi sejarawan asalkan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan sebagai ilmu.
Kita mungkin pernah diceritakan tentang sejarah sebuah tempat di desa kita, tempat kita tinggal atau di manapun kita berada. Sejarah laksana mitos yang digunakan untuk melihat masa lampau. Zaman lampau bangsa yang belum banyak mengenal tulisan menggunakan mitos untuk mengenalkan masa lalu dan kita sebagai manusia tentunya memiliki sikap untuk melestarikan masa lampau atau menolak kisah-kisah masa lampau tersebut. Kita berkeinginan meneruskan masa lampau ketika kisah sejarah tersebut memiliki makna untuk dapat dikisahkan di masa kini dan masa mendatang.
Menulis Sejarah Tokoh.
Pernahkan kita merasa jengkel bahwa kenapa cerita seseorang yang kita anggap luar biasa, baik dalam lingkungan kita sendiri, desa, kota, nasional namun kita tidak menemukan ulasan maupun bacaan tentang beliau. Seringkali cerita oral menyebar ke mana-mana, namun tidak ada referensi baku yang kita gunakan untuk menjelaskan kehebatan dan keluarbiasaan tokoh tersebut. Menulis sejarah tokoh merupakan salah satu cara kita untuk mengingat dan merekam bagaimana kiprah seorang tokoh tersebut ada.
Arief Rachman dan Agus Maimun dalam buku Studi Tokoh; Metode Penelitian Mengenai Tokoh memberikan ulasan mengenai mengapa kita memerlukan penulisan seorang tokoh. Mereka menyimpulkan bahwa Menulis seorang tokoh ialah cara untuk mencapai sebuah pemahaman mengenai seorang individu dalam sebuah komunitas tertentu, melalui pandangan-pandanganya yang mencerminkan pandawangan warga dalam komunitas tersebut. Hal yang lebih penting dalam penulisan seorang tokoh adalah seorang individu akan mengungkapkan motivasi, aspirasi, dan ambisi mengenai kehidupan dalam masyarakat.
Menulis sejarah tokoh atau sering kita sebut biografi memang bukan pekerjaan mudah, cara yang paling mudah adalah dengan melakukan wawancara dalam bentuk meminta seseorang menceritakan riwayat hidupnya. Kita sering merasa kebingungan bagaimana syarat seorang tokoh tersebut dalam dijadikan sebagai bahan penulisan sejarah? Ada 4 hal yang sekiranya dapat kita jadikan acuan untuk menulis kisah seorang tokoh, yaitu seorang yang memiliki keberhasilan dalam bidang yang digelutinya, orang tersebut memiliki karya-karya besar bahkan monumental, seorang tersebut memiliki pengaruh di masyarakt dan ketokohan orang tersebut diakui secara mutawatir.
Kita dapat mengawali penulisan seorang tokoh dengan memulai menulis biiografi tokoh dan melakukan wawancara baik dengan tokoh maupun orang yang kita anggap mengenal tokoh tersebut. Menulis tokoh-tokoh berpengaruh di lingkungan kita perlu kita lakukan untuk mendokumentasikan kiprah seorang tokoh yang kita anggap penting untuk dikisahkan ke masa depan mengenai kiprah dan kontribusi baiknya kepada masyarakat.
*Penulis tertarik dengan sejarah dan studi sejarah, Penulis menjadi bagian dari tim penulisan kembali pemikiran-pemikiran Mohamad Djazman Al Kindi sehingga terbit buku Ilmu Amaliah Amal Ilmiah; Muhammadiyah sebagai gerakan ilmu dan amal. Serta menjadi tim wawancara tokoh-tokoh, kolega Mohamad Djazman sehingga terbit Buku Memoar Djazman; Sebuah ulasan dari keluarga dan kolega.
Kontributor: Budi Hastono*
Editor: Dhimas