Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banjarnegara
Jl. K.H. Ahmad Dahlan No.8, Banjarnegara, Jawa Tengah 53418

Tauhid Sebagai Sumber Peradaban

Dalam catatan sejarah, Islam mampu membangun peradaban yang kokoh dengan disertai kesadaran religiusitas yang tinggi. Peradaban Islam tidak saja bersifat material namun juga spiritual. Peradaban Islam berbeda dengan peradaban Barat yang kini sedang mendominasi. Peradaban Barat lebih mengedepankan aspek materialisme sehingga kering dari nilai-nilai ilahiah. Peradaban Barat sangat kontras dengan apa yang telah dilakukan Islam pada zaman keemasan.

Dalam mengungkapkan apa ciri khas peradaban Islam, Mustafa as-Siba’i menulis sebuah buku, yang berjudul Min Rawaa’i’ Hadhaaratinaa. Beliau mengungkapkan faktor-faktor yang menjadi keunikan peradaban Islam. Salah satu diantaranya adalah Tauhid sebagai landasan pembangunannya. Beliau mengistilahkannya dengan prinsip wahdaniah (kesatuan) yang dibangun di atas ungkapan iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’in (Suhardi, 1999: 43).

Ketinggian dalam memahami wahdaniah ini mempunyai pengaruh besar dalam mengangkat martabat manusia, dalam membebaskan rakyat jelata dari kezaliman raja, pejabat, bangsawan dan tokoh agama.

Tidak itu saja, tapi wahdaniah ini juga berpengaruh besar dalam meluruskan hubungan antara penguasa dan rakyat, dalam mengarahkan pandangan hanya kepada Allah semata sebagai pencipta mahkluk dan Robb. Islam yang hampir membedakannya dari seluruh peradaban baik yang telah berlalu maupun yang akan datang, yakni kebebasannya dari setiap fenomena paganisme (paham keberhalaan) dalam aqidah, hukum, seni, puisi dan sastra.

Inilah rahasia yang membuat peradaban Islam berpaling dari penerjemahan mutiara-mutiara sastra Yunani yang paganis (keberhalaan), dan ini pula yang menjadi rahasia mengapa peradaban Islam lemah dalam seni-seni pahat dan patung meskipun menonjol dalam seni seni-seni ukir dan desain bangunan (As Siba`i, hal. 25).

Sangat tepat bahwa Peradaban Islam dibangun di atas sistem keyakinan yang kokoh sehingga, struktur sosialnya terus berkembang. Peradaban Islam bukan menolak seni bangunan dan ukiran, melainkan memberi perhatian yang tepat pada aspek pengembangan jiwa.

Itulah sebabnya, berdasarkan analisis Intelektual Muslim, Malik Bin Nabi, dalam Syuruuf al-Nahdhah, bahwa sebuah peradaban akan terus menanjak jika yang menjadi panglimanya adalah ruh. Dengan ruh, peradaban menjadi bersih dan tak terkotori. Pada masa inilah peradaban dianggap mencapai puncak yang sebenarnya. Kenyataan tersebut dapat kita lihat bagaimana Asas Peradaban Islam dibangun di zaman Nabi Shallallahu alaihi wasallam dan dilanjutkan ke masa Khulafa ar-Raasyidhin (Rahman, 2011: ix).

Struktur sosial masyarakat Madinah pasca Kekuasaan Islam bisa menjadi rujukan, bagaimana peradaban itu dibangun. Peradaban yang lahir dari keshalihan individu-individu. Sehingga perangkat hukum, ekonomi dan politik berjalan beriringan dengan kemajuan tatanan sosial.

Supremasi Hukum berjalan dengan keadilan. Kita bisa melihat dalam kasus di mana seorang Muslim yang berselisih dengan Yahudi. Mereka mengadukannya kepada Nabi dan terbukti bahwa yang memenangi perkara adalah sang Yahudi. Maka ia pun diberikan haknya. sistem ekonomi yang berjalan dengan stabil.

Di mana sudah terdapat konsensus, bahwa para pedagang-pedagang muslim adalah mereka yang memahami fiqh muamalah. Sehingga mereka bisa menjalankan roda ekonomi berdasarkan prinsip ekonomi Islam. Begitu pula politik. Ada Piagam Madinah yang menjadi rujukan bagaimana hak dan kewajiban masyarakat yang plural dan heterogen. Mayoritas melindungi minoritas. Minoritas menjaga kewajiban untuk menghormati hak-hak mayoritas.

Sangat berbeda dengan kondisi Peradaban Dunia hari ini yang didominasi oleh hegemoni pemikiran Barat. Ada ketimpangan pembangunan manusia dan pengelolaan sumber daya alam. Dan tidak sedikit intelektual Barat yang justru mengkritik kebijakan-kebijakan negara Barat sendiri.

Ada yang menarik dalam pengantar kumpulan tulisan On Islamic Civilization karya Prof. La Ode Kamaluddin. Beliau mengungkapkan dua fakta tersembunyi tentang kemajuan Peradaban Barat. Tentang kisah tragis kematian Prof. Ehrenfest yang meninggal bunuh diri bersama anak dan istrinya.

Seorang Profesor pemuja akal, rasio dan ilmu pengetahuan Amsterdam. Sahabatnya, Konhstamm merekamnya dalam catatan yang dipublikasikan di Majalah Paedagogische Studien (1935). Begitu pula Ratu Kecantikan, Marilyn Monroe karena ditemukan tewas mengenaskan di ranjang rumahnya dengan pil tidur yang berserakan di sekitarnya. Ia mengakhiri di 36 tahun hidupnya dengan menenggak pil tidur hingga over dosis, 5 Agustus 1962 di bilngan Brentwood, Los Angeles.

Prof. La Ode Kamaluddin pun menjelaskan bagaimana pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dan tidak sejalan dengan pembangunan manusia. Pembangunan di arahkan pada apa yang bisa dihasilkan manusia (produktivitas karya dan kerja) dan bukan diarahkan pada pembangunan manusia itu sendiri. Prof. Kamaluddin menyebutkan bahwa ada ketidak-seimbangan pada seluruh lingkup dimensi kehidupan, psikologi, sosial, ekonomi dan budaya.

Hingga Peradaban Barat hanya menambah daftar panjang ketidaknyamanan, stress dan depresi yang berlarut-larut dalam kehidupan manusia. Puncaknya adalah bertambahnya dua daftar kematian tragis seperti di atas. Michael Jackson, Curt Cobain, Dale Carnagie, Jess Livermore, Leon Fraster, Ivan Kreuger, Nietzche, Kiekegard, adalah orang-orang yang hidup tanpa pandangan ketuhanan.

Islam telah memberikan pandangan yang jelas dan terang tentang hidup. Sejak kemunculannya, Islam telah menyatakan perang terhadap segala bentuk ateisme dan paganisme (keberhalaan) dan fenomena-fenomenanya yang tidak mengizinkan peradabannya disusupi dengan fenomena-fenomena paganis dan sisa-sisanya terus ada zaman sejarah paling kuno, seperti patung orang-orang besar, orang shalih, nabi maupun penakluk. Patung-patung itu termasuk fenomena paling menonjol dari peradaban-peradaban kuno dan peradaban modern karena tidak satu pun dari peradaban-peradaban itu dalam aqidah wahdaniah (monotisme) mencapai batas yang telah dicapai oleh peradaban Islam (As Siba`i, hal. 25).

Islam benar-benar hanya mengakui Allah SWT sebagai Tuhan yang menjadi pusat perhatian sekaligus sebagai sumber keyakinan dan kehidupan manusia, maka tidak ada dzat lain yang lebih besar dari-Nya baik sebagai sesembahan ataupun sebagai sumber kekuatan. Islam mengajarkan monoteisme yang berpusat pada Allah SWT sebagai tujuan hidup serta menegasikan kekuatan lain selain Dia sehingga peradaban yang dibangun bukan semata-mata keberhaslan yang bersifat materialistik namun didasari spirit dan keyakinan yang kuat kepada Allah SWT seabgai sumber kekuatan yang hakiki.

Kontributor: Agus Priyadi, S.Pd.I (Ketua Majelis Tabligh Ranting Danaraja, anggota MT PCM Merden, anggota KMM PDM Banjarnegara dan santri sekolah tabligh PWM Jateng di Banjarnegara.)

Editor: Dhimas

Share the Post:
Related Posts