Perkembangan peserta didik sangat ditentukan dengan faktor lingkungan sekolah yang baik. Jika seorang peserta didik mendapatkan lingkungan yang positif, aman dan nyaman untuk belajar, kemungkinan besar peserta didik tersebut akan memiliki gairah untuk berprestasi di sekolah.
Sekolah menjadi tempat yang sangat penting bagi tumbuh dan berkembangnya seorang anak. Di lingkungan sekolah, selain belajar akademik, anak juga dapat belajar dan tumbuh dengan melihat dan memahami situasi dan kondisi yang terjadi pada lingkungan sekolahnya, baik melalui teman, guru, dan warga sekolah lainnya termasuk juga penjaga kantin sekolah.
Menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman untuk belajar peserta didik menjadi sesuatu hal yang vital dan harus diperhatikan oleh pihak sekolah. Hal ini harus menjadi sebuah program khusus yang harus diadakan oleh setiap sekolah sebagai langkah preventif terhadap praktik bullying di lingkungan sekolah.
Tentu kita tidak asing dengan kasus perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah akhir-akhir ini. Kasus-kasus terebut tidak hanya melibatkan antar siswa, namun ironisnya tak sedikit pula kasus perundungan yang dilakukan oleh oknum guru kepada peserta didiknya. Kasus antar siswa sudah selayaknya dapat dicegah oleh guru yang menjadi pengendali, pembimbing, dan teladan di sekolah, namun jika kasusnya sudah melibatkan guru kepada peserta didik, siapa yang harus bertanggung jawab? Tentulah ini menjadi tanda tanya bagi para insan pendidik.
Pada 2023, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sebanyak 2.355 kasus pelanggaran yang masuk sebagai laporan kekerasan anak hingga Agustus 2023. Dari data tersebut, 723 kasus kekerasan atau 30,70% dari total tersebut berhubungan dangan satuan pendidikan.
Data tersebut mengalami peningkatan jika dibanding dengan tahun sebelumnya. Tercatat terjadi 226 kasus bullying pada tahun 2022. Kemudian di tahun 2021 ada 53 kasus, dan tahun 2020 sebanyak 119 kasus.
Sementara itu untuk jenis bullying yang sering terjadi dan dialami korban adalah bullying fisik (55,5%), bullying verbal (29,3%), dan bullying psikologis (15,2%). Untuk Tingkat jenjang pendidikan, siswa SD menjadi korban bullying terbanyak (26%), diikuti siswa SMP (25%), dan siswa SMA (18,75%).
Data-data tersebut menunjukan bahwa kasus bullying di satuan pendidikan masih marak terjadi hingga kini. Data tersebut seharusnya menjadi tamparan sekaligus bahan refleksi bagi pelaku dan stakeholder untuk meningkatkan kewaspadaan akan terjadinya bullying di lingkungan sekolah.
Permasalahan bullying merupakan masalah serius dan harus dihadapi bersama-sama. Korban bullying di kemudian hari bisa berubah menjadi pelaku bullying. Dampak dari bullying akan terjadi pada pelaku dan korban. Pelaku akan memiliki watak yang keras, dan merasa memiliki kuasa. Sedangkan korban bullying akan merasa cemas yang kemungkinan dapat mengarah ke level depresi yang dapat berakhir dengan bunuh diri.
Korban bullying akan berkaca pada Tindakan tidak menyenangkan yang pernah diterimanya, tindakan lainnya korban akan melakukan balas dendam pada pelaku bullying yang tentu saja bisa dalam bentuk yang lebih ekstrem. Hal ini tentu dapat menjadi masalah yang lebih besar dan akan terus menjadi sebuah lingkaran setan jika tidak dilakukan pencegahan sedini mungkin.
Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi keislaman tersebesar di Indonesia dengan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, memiliki lembaga pendidikan mencapai 3.334 yang tersebar di 34 provinsi Indonesia, hal tersebut menjadikan Muhammadiyah memiliki peran penting dalam pembangunan Indonesia khususnya dalam menciptakan sumber daya manusia yang berakhlakul karimah dan sebagai insan cendekia.
Tentunya, sebagai organisasi pembaharuan, Muhammadiyah tidak sedikitpun memberikan toleransi terhadap tindakan apapun yang mengarah kepada perilaku bullying. Muhammadiyah tentu mengingikan tindakan bullying tidak terjadi di lingkungan sekolah demi terciptanya lingkungan yang positif bagi peserta didik dan seluruh warga sekolah.
Dalam satuan Pendidikan Muhammadiyah, bagi yang sedang atau yang sudah menjadi alumnus pelajar Muhammadiyah, tentu tidak akan asing dengan Janji Pelajar Muhammadiyah. Janji ini biasanya dibacakan pada setiap apel pagi atau upacara hari Senin yang dibacakan oleh seluruh peserta didik yang mengenyam Pendidikan di sekolah Muhammadiyah.
Janji Pelajar Muhammadiyah berisi 6 ikrar yang harus diamalkan oleh setiap pelajar Muhammadiyah. Adapaun isi Janji Pelajar adalah sebagai berikut:
بِسْمِ اللّه الرّحْمٰنِ الرّحِيْم
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِيْناً وَبِمُحَمَّدٍ نَّبِياًّ وَّرَسُوْلاً
“Asyhadu alla ‘illaha ‘illallah wa ‘asyhadu ‘anna Muhammadurrasullullah. Rodziitu billahi robba wa bil islamidiina wa bimuhammadinnabiyyiw wa Rosuulilla”
Kami Pelajar Muhammadiyah berjanji:
- Berjuang menegakkan ajaran Islam
- Hormat dan patuh terhadap orang tua dan guru
- Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu
- Bekerja keras, mandiri, dan berprestasi
- Rela berkorban dan menolong sesama
- Siap menjadi kader Muhammadiyah dan bangsa
Sebagai upaya perwujudan pencegahan tindakan bullying di lingkungan sekolah, sekolah Muhammadiyah sudah lebih unggul dan maju dibandingkan dengan sekolah lain. Tanpa mengecilkan lembaga sekolah lain, sekolah Muhammadiyah tentu akan lebih unggul dalam membina peserta didik, karena sudah memiliki ikrar yang harus dimaknai oleh setiap peserta didiknya. Hal ini tentu harus dibarengi dengan upaya menciptakan lingkungan belajar dan program-program harian yang bersumber dari perwujudan Janji Pelajar Muhammdiyah.
Dalam Janji Pelajar Muhammadiyah, berisi ikrar yang harus diamalkan. Peserta didik yang benar-benar mengamalkan dan menjalankan janji-janji tersebut dengan tulus tentu tidak akan melakukan tindakan diskriminasi dan bullying terhadap sesama.
Hal ini juga harus menjadi catatan penting bagi stakeholder sekolah atau madrasah Muhammadiyah untuk menciptakan program riil sebagai upaya perwujudan Janji Pelajar Muhammadiyah agar peserta didik benar-benar mengamalkan ikrar tersebut sehingga kasus-kasus bullying dapat dicegah di lingkungan sekolah.
Jika hal tersebut dapat terlaksana dengan baik, tentu sekolah akan mendapatkan predikat yang baik pula di mata Masyarakat dan peserta didik akan mendapatkan haknya untuk menuntut ilmu dan mendapatkan pelayanan pendidikan terbaik untuk masa depannya.
Akhir kata, siapkah kita memaknai dan mengamalkan Janji Pelajar Muhammadiyah?
Kontributor : Isnan Shaffan Firdaus (Guru Penjas di MTs Muhammadiyah Merden)
Editor : Dhimas