Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banjarnegara
Jl. K.H. Ahmad Dahlan No.8, Banjarnegara, Jawa Tengah 53418

Memaknai Kalimat Arrijālu Qawwāmūna ‘Alā An-Nisā, Bagaimana Semestinya Laki-laki Bertanggung Jawab Kepada Perempuan

Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam di seluruh Dunia, memuat berbagai prinsip yang mengatur hubungan antar manusia atau muamalah, salah satunya  dalam kehidupan rumah tangga. Ayat yang sering menjadi pusat perhatian kita adalah firman Allah ﷻ dalam surat An-Nisā’ ayat 34:

 ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍۢ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisā’: 34)

Ayat ini sering dipahami secara sepihak yaitu sebagai bentuk “superioritas mutlak laki-laki atas perempuan”. Namun, jika ditelaah lebih dalam, makna arrijālu qawwāmūna ‘ala an-nisā’ bukanlah untuk merendahkan perempuan, melainkan menjelaskan tanggung jawab, kedudukan, dan peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga dan sosial.

Makna Qawwāmūn

Kata qawwām berasal dari akar kata qāma yang berarti berdiri, menegakkan, atau bertanggung jawab. Dalam tafsir Ibn Katsir, kata ini bermakna laki-laki bertugas sebagai pemimpin, pelindung, pengayom, dan penanggung jawab atas perempuan.

Hal ini sesuai dengan kelebihan yang Allah ﷻ berikan kepada laki-laki, baik dari sisi fisik, kekuatan, maupun kewajiban mencari nafkah. Allah ﷻ menegaskan dalam firmannya :

 وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan bagi laki-laki ada satu derajat kelebihan atas perempuan. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 228)

Ayat ini menjelaskan bahwa kelebihan laki-laki itu bukanlah bentuk kesombongan atau kezaliman, melainkan kelebihan dalam tanggung jawab yang harus dijalankan.

Adapun Standar  Kekuatan Laki-laki sebagai berikut :

Pertama, Kekuatan Fisik dan Mental
Secara umum, laki-laki dikaruniai fisik yang lebih kuat dari pada perempuan, sehingga dengan kelebihan ini, dia lebih mampu untuk menghadapi beban yang berat, kemudian mampu melindungi,  serta menjaga keluarganya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

 مَا تَرَكَ عَبْدٌ أَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ
“Tidaklah seorang hamba meninggalkan warisan terbaik untuk keluarganya selain akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi)

Hadits ini, menunjukkan bahwa peran laki-laki adalah sebagai teladan, pelindung, sekaligus pendidik yang utama bagi keluarganya.

Kedua, Kewajiban Menafkahi
Dalam syariat Islam, kewajiban mencari nafkah dibebankan kepada laki-laki. Hal ini ditegaskan dalam ayat di atas (wa bimā anfaqū min amwālihim). Seorang suami wajib menanggung atau menafkahi  kebutuhan istri dan anak-anaknya, sementara istri tidak diwajibkan menafkahi.

Ketiga, Kepemimpinan dalam Rumah Tangga

Suami adalah imam atau pemimpin dalam rumah tangga, Adapun istri dan anak anak adalah makmumnya. Artinya segala kebijakan, pengambil keputusan dari setiap masalah rumah tangga terletak pada suami. Bahkan Rasulullah ﷺ menegaskan kedudukan laki-laki sebagai pemimpin keluarga sebagaimana dijelaskan dalam sabdanya :

 الرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Walaupun laki-laki diberi kelebihan, bukan berarti posisi perempuan direndahkan. Islam sangat memuliakan Perempuan, dibuktikan dengan menetapkan hak-hak yang jelas, di antaranya hak pendidikan, hak mendapat perlakuan baik, hak memperoleh mahar, dan hak waris. Hal ini dijelaskan dalam Hadits.

Rasulullah ﷺ bersabda:

 خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi)

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ayat arrijālu qawwāmūna ‘ala an-nisā’ bukanlah legitimasi untuk merendahkan atau menindas perempuan, melainkan penegasan peran dan tanggung jawab laki-laki sebagai pemimpin, pelindung, dan penafkah. Standar kelebihan laki-laki dibanding perempuan adalah pada aspek tanggung jawab, kekuatan, dan kewajiban yang diemban, bukan dalam hal kemuliaan di sisi Allah. Karena kemuliaan di sisi Allah ﷻ sesungguhnya hanya ditentukan oleh ketakwaan manusia.

Dengan demikian, laki-laki (sebagai suami) dituntut untuk benar-benar menunaikan tanggung jawab kepemimpinan dengan adil, bijak, dan penuh kasih sayang, sehingga tercipta rumah tangga sakinah, mawaddah, dan rahmah.

 

Kontributor: Rizqi Mubarok, S.H (Peserta Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah Kelas Banjarnegara dan Mudir MBS Kalibening)

Editor: Dhimas

 

Share the Post:
Related Posts