Dalam proses memaknai kehidupan, kita sering kali dipertemukan dengan target-target untuk mencapai kebahagiaan. Ketercapaian sebuah kebahagiaan adalah sebuah nikmat yang kita yakini mampu meningkatkan standar dan derajat hidup kita, baik di hadapan orang lain dan di hadapan Allah SWT.
Kita tentu menginginkan standar hidup yang layak dan memperoleh kebahagiaan dunia dengan mendapatkan achievement yang mampu mendongkrak taraf kehidupan kita. Hal tersebut tentu dapat dicapai dengan kesungguhan dan ketulusan hati bagaimana kita berjuang untuk memperolehnya.
Mendapatkan kenikmatan bahagia adalah sebuah rezeki yang harus senantiasa kita syukuri atas nikmat yang diberikan tersebut. Dengan mensyukurinya, kita akan semakin mawas diri dan memahami apa saja yang kita butuhkan dengan tetap tawakal serta memaknai arti kebahagiaan dan rezeki yang datang pada kita.
Rezeki pada dasarnya tidak hanya seputar harta benda yang dapat dilihat secara wujud. Ada banyak hal di dunia ini yang dapat kita maknai sebagai sebuah rezeki dari karunia Allah SWT. Namun, tidak dipungkiri, bahwa untuk melegitimasi kebahagiaan seseorang biasanya dibuktikan dengan suatu hal yang berwujud dan bermateri, seperti kepemilikan kendaraan bermotor misalnya.
Atas dasar tersebut, standar kebahagiaan seseorang di mata masyarakat menjadi suatu hal yang harus dibuktikan dengan sebuah wujud secara nyata. Tapi di sisi lain, hal tersebut bukan suatu hal yang harus dibenarkan, karena kebahagiaan atas rezeki setiap orang itu berbeda-beda tergantung bagaimana diri kita memaknainya.
Ada berbagai cara memaknai sebuah kebahagiaan. Ada yang memaknainya bahwa rezeki itu adalah keberadaan pangan, misal ; bisa makan enak setiap hari adalah sebuah nikmat tiada kira, ada pula seseorang yang Bahagia karena bisa konsisten shalat jamaah di masjid, ada pula yang harus membeli barang mewah atau liburan ke luar negeri setiap tahun baru merasa bahagia. Kita tentu tidak bisa menyamaratakan arti kebahagiaan setiap orang dan harus menyadari atas kemampuan dan rezeki kita masing-masing.
Timbul pertanyaan, lalu, bagaimana cara terbaik untuk menyukuri rezeki dan memaknai kebahagiaan?
Mengutip pepatah yang pernah disampaikan oleh seorang komika bernama Dzawin Nur Ikram, dirinya pernah berkata bahwa “Kebahagiaan itu pakai uang, tapi bukan uang.”
Pepatah tersebut menjelaskan bahwa, semua kebahagiaan yang bisa kita dapatkan pada dasarnya membutuhkan uang. Dengan menggunakan uang, kita dapat menciptakan kebahagiaan yang kita impikan. Namun, tujuan akhir dari kebagaiaan tersebut adalah bukan uang itu sendiri, melainkan nilai atau value yang dapat kita rasakan setelah mendapatkan suatu hal yang kita inginkan dengan menggunakan uang tersebut.
Ada banyak hal yang mungkin bisa dibeli menggunakan uang, namun tidak segalanya bisa dibeli menggunakan uang. Salah satu kebahagiaan dan kenikmatan rezeki terbesar yang tidak bisa dibeli dengan uang adalah nikmat iman dan rasa cukup (qonaah).
Dengan mempertebal iman dan menginstal rasa cukup, kita dapat lebih memaknai arti kebahagiaan. Bersyukur atas rezeki dan nikmat yang kita telah didapatkan bukan tidak mungkin justru akan lebih memperlancar rezeki yang bisa kita dapatkan di kemudian hari.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT “Dan jika Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (Q.S. Asy-Syura [42] : 27).
Dalam Tafsir Quraish Shihab (Tafsir Al-Mishbah) dari surah di atas, diterangkan “Kalau saja Allah meluaskan rezeki semua hamba-Nya, sebagaimana mereka harapkan, niscaya mereka akan menjadi sewenang-wenang dan berbuat zalim di bumi. Tetapi Allah meluaskan dan menyempitkan rezeki siapa saja yang Dia kehendaki sesuai dengan kebijaksanaan-Nya. Allah benar-benar mengentahui urusan semua hamba-Nya, baik yang tersembunyi maupun yang tampak. Kemudian dengan kebijaksanaan-Nya pula, Dia menentukan segala sesuatu yang bisa membawa kebaikan kepada urusan-urusan mereka itu.”
Akhir kata, segala rezeki atas nikmat yang telah kita dapatkan, sudah selayaknya harus kita syukuri, dan dengan iman dan rasa cukup, kita akan menjadi manusia yang senatiasa bahagia baik di dunia maupun di akhirat. Wallahu A’lam Bishawab.
Kontributor : Isnan Shaffan Firdaus
Editor : Dhimas