Di era digital saat ini, aktivitas dakwah memiliki jangkauan yang luar biasa luas. Satu unggahan bisa menjangkau ribuan bahkan jutaan orang dalam hitungan detik. Namun, di balik kemudahan ini, tantangan dakwah juga semakin kompleks: banjir informasi, hoaks, komentar negatif, dan algoritma media sosial yang tak selalu berpihak pada kebaikan. Maka muncul pertanyaan: lebih berat mana, dakwah di era digital atau di masa Rasulullah SAW?
Dakwah di Masa Rasulullah SAW
Rasulullah SAW memulai dakwahnya di tengah masyarakat jahiliyah yang keras, penuh penolakan, bahkan ancaman fisik. Beliau berdakwah secara sembunyi-sembunyi selama tiga tahun, lalu secara terang-terangan setelah turunnya perintah Allah:
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
“Maka sampaikanlah secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.”
(QS. Al-Hijr: 94)
Beliau dan para sahabat mengalami boikot, penyiksaan, bahkan pengusiran. Namun, mereka tetap teguh dan sabar dalam ikhtiarnya menyebarkan dakwah di masa itu.
Dakwah di Era Digital
Di era digital tantangan dakwah bukan lagi cambuk dan pedang, melainkan distraksi, fitnah digital, dan budaya viral yang sering kali menjauhkan dari nilai-nilai Islam. Meski tidak berisiko hilangnya nyawa, dakwah digital menuntut konsistensi, kreativitas, dan kesabaran menghadapi komentar pedas dan misinformasi dari para warganet.
Namun Allah tetap memuliakan siapa pun yang meneruskan misi dakwah:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110)
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menekankan bahwa dakwah adalah tugas mulia, namun harus dilakukan dengan hikmah dan kelembutan. Beliau menulis bahwa tantangan zaman akan selalu berubah, tetapi esensi dakwah tetaplah sama yakni menyampaikan kebenaran dengan sabar dan kasih.
Esensi Dakwah adalah menyampaikan kebenaran dengan sabar dan kasih
Syaikh Yusuf Al-Qaradawi juga menyebut bahwa media digital adalah “pedang bermata dua” bisa menjadi ladang pahala atau justru sumber fitnah, tergantung bagaimana media tersebut digunakan.
Masihkah Kita Mengeluh?
Jika Rasulullah SAW tetap berdakwah meski diancam dan disakiti, apakah kita pantas mengeluh hanya karena algoritma tidak mendukung konten kita? Atau karena jumlah pengunjung maupun followers tidak bertambah?
Sadarilah bahwa dakwah melalui media digital bukanlah tentang popularitas, tapi tentang menyampaikan kebenaran. Rasulullah bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَقْرَؤُهُمْ وَأَتْقَاهُمْ وَآمَرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ، وَأَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ
>“Manusia terbaik adalah yang paling bertakwa, menyuruh kepada kebaikan, melarang dari kemunkaran.”
> (HR. Ahmad)
Penutup
Tantangan dakwah di era digital memang berbeda dibanding dengan era Rasulullah SAW, tapi bukan berarti dakwah di era digital lebih ringan, melainkan tantangannya yang berubah bentuk, namun semangatnya tetap sama. Maka, daripada mengeluh, mari kita teruskan estafet dakwah dengan meneladani semangat Rasulullah SAW: sabar, santun, dan konsisten.
Kalau kita punya Smartphone, Laptop dan akses internet, pastinya kita sudah punya alat untuk berdakwah. Tinggal satu pertanyaan yang perlu kita rendungkan: mau digunakan untuk apa fasilitas tersebut?
Kontributor: Heri S. Abdullah (Mahasiswa Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah di Banjarnegara)
Editor: Dhimas