“Seringkali kita perlu meletakkan otak kita di dengkul”, kalimat singkat namun sering terdengar diucapkan oleh seorang laki-laki paruh baya yang hidup di lereng gunung raga jembangan. Makna sederhananya adalah Rencana sekecil apapun segera laksanakan, jangan hanya menjadi angan yang berhenti pada kata akan. Otak di dengkul bukan berarti tidak berpikir, namun yang dimaksud adalah memerintahkan lutut untuk segera berbuat baik.
Ya, beliaulah Ustaz Wahyudin, seorang laki-laki biasa dengan jenggot dan kumis tipis di wajahnya namun memiliki segudang pengalaman dan impian untuk kemajuan persyarikatan. Jiwa raganya sudah tidak sepenuhnya ia miliki, karena ia begitu cinta kepada persyarikatan dan pengajian, dalam satu hari lelaki 4 anak ini bisa memberikan tausiyah di 3 tempat yang berbeda dan jarak yang berjauhan. Ia terbiasa mandiri dalam setiap perjalanannya. Tanpa sopir, tanpa pendamping apalagi “Rider” layaknya artis ternama yang sering minta sesuatu yang aneh sebelum naik panggung. Pastinya loyalitas dan integritasnya untuk kemajuan persyarikatan tak perlu diragukan.
“Jangan menunggu waktu luang untuk Muhammadiyah, namun luangkan waktu untuk Muhammadiyah.” Nasihat singkat yang sering menjadi Muqodimah tausiyah beliau. Sebagai Seorang suami, Takmir Masjid, Ketua FKMTs, Sekretaris PDM, Mudir MBS Wanyasa, PNS Kementrian agama dan juga guru SKI tentu cukup menjadi bukti bahwa beliau bukanlah orang yang punya banyak waktu luang. Namun semakin sibuk jiwa dan raganya, justru pekerjaannya akan semakin cepat selesai.
“Semakin sibuk, justru semakin cepat selesai pekerjaannya,” tutur Wahyudin.
Mubaligh alumni PGA Banjarnegara ini memulai debutnya di Muhammadiyah sejak menimba ilmu di bangku kuliah, tepatnya IAIN Yogjakarta kala itu. Ia adalah aktifis IMM yang loyal dan total, meski tinggal di panti asuhan ketika menjalani masa kuliah, hal tersebut tidak menyurutkan semangat perjuangannya, justru memantik mimpi dan semngat untuk menjadi lebih baik, tidak hanya bagi dirinya namun juga lingkungan sekitarnya.
Ada hal cukup menggelitik ketika beliau menjalani aktifitas di panti, jika ingin makan enak, Wahyudin sang organisatoris di IMM ini akan berkunjung ke tempat Kos teman sedaerahnya. Atas kedermawanan rekan se-daerahnyalah akhirnya Wahyudin mendapatkan nutrisi ekstra protein, ia juga masih ingat rasa pecel lele dengan sambal khas yang ia dapatkan dari pemberian rekan sedaerahnya tersebut..
Dalam banyak kesempatan, sebagai Murid sekaligus teman perjalanan beliau, saya banyak belajar dari obrolan santai sepanjang perjalanan. Tentang kisah masa lalu, impian masa depan dan apa yang sedang diperjuangkan sekarang. Penuturannya ringan namun padat makna, santai namun menumbuhkan rasa penasaran untuk terus mendengarkan.
Kini ia memiliki mimpi yang sungguh istimewa, ia bermimpi agar dapat menggaji para Guru di MTs MBS Wanayasa minimal setara PNS, Menjadikan MBS Wanayasa menjadi Pesantren Kader dan Entrepreneur, di mana lulusannya adalah mereka yang siap menghadapi tantangan zaman, bukan mereka yang gagap menapaki masa depan
Wahyudin adalah kader persyarikatan yang visioner, dalam setiap langkah kakinya, ia selalu berpikir tentang kemajuan Persyarikatan dan MBS Wanayasa yang dikelolanya. Tak salah jika Ia mendapatkan amanah untuk menjadi Sekretaris PDM Banjarnegara.
Kontributor: Nyana Ruasno
Editor: Dhimas