Hingga saat ini, masih banyak guru (ustaz) yang melakukan pembelajaran Al Quran Hadits dengan cara-cara konvensional dan monoton. Pembelajaran berkutat pada membaca ayat, menerjemahkan, hafalan dan ceramah. Guru acapkali menjelaskan pelajaran dengan metode monolog. Jarang sekali guru memberikan penjelasan secara interaktif. Dalam pembelajaran seperti ini, guru cenderung memonopoli pembelajaran tanpa melibatkan siswa. Model monolog tidak hanya membosankan, tetapi nilai-nilai spiritual yang mestinya ditanamkan pada peserta didik tidak terinternalisasi dalam dirinya. Sepintas model monolog memang kelihatan efektif. Akan tetapi sesungguhnya model monolog hanya meminterkan gurunya. Guru semakin pinter dan murid (santri) semakin tidak paham. Lantaran siswa tidak dilibatkan secara aktif.
Guru Harus Berimprovisasi
Siswa diposisikan sebagai objek yang tidak punya peran. Siswa bersifat pasif, di sisi lain Guru seperti “dewa” yang serba tahu dan serba benar. Sementara siswa hanya pasrah menerima penjelasan guru. Lalu, apa yang harus dilakukan guru/ustadz agar pembelajaran Al Qur
an Hadits di madrasah (pesantren) menarik siswa? Agar pembelajaran Al Quran Hadits menarik bagi siswa, guru harus berinovasi. Guru harus berpikir kreatif melakukan terobosan-terobosan yang dapat membuat pembelajaran dinamis. Berpikir kreatif berarti menemukan cara-cara baru yang lebih baik untuk mengerjakan apa saja (David J. Schwartz, 1996). Untuk itu, guru harus mengembangkan metode yang aktual. Dengan tampilan yang aktual dan kontekstual, tentu siswa lebih “bernafsu” belajar. Pembelajaran yang dikemas dengan menarik akan membangkitkan semangat belajar siswa.
Selain itu, siswa diposisikan sebagai subjek. Di mana siswa diperlakukan sebagai manusia untuh yang mempunyai kemauan dan kemampuan. Bukan seperti gelas kosong yang siap diisi oleh guru. Pembelajaran berlangsung dua arah sehingga terjadi interaksi antara guru dengan siswa.
Guru Harus Berwawasan Luas
Untuk menjadi guru kreatif, guru harus mempunyai wawasan yang luas. Dengan wawasan tersebut, guru mempunyai banyak referensi untuk mendukung munculnya ide-ide kreatif. Tanpa wawasan yang memadai sulit bagi guru untuk mengembangkan kreatifitas dalam pembelajaran. Wawasan guru dapat diperoleh melalui buku-buku, majalah, surat kabar, internet, pelatihan-pelatihan maupun studi banding. Akhir-ahir ini banyak buku-buku, majalah maupun internet yang memuat tentang metode-metode pembelajaran kontesktual.
Jika guru banyak membaca buku-buku maupun browsing internet tentang metode-metode pembelajaran seperti dijelaskan tersebut, guru dapat menerapkan metode itu dalam pembelajaran. Semakin banyak membaca, wawasan guru juga semakin luas. Perbendaharaan metode pun makin banyak pula.
Guru memang harus kaya ide. Sehingga pembelajaran dapat disajikan dengan cara-cara baru yang segar. Sebagai contoh, pembelajaran Al Qur
an Hadits dilakukan dengan training, game ataupun tadabur alam.
Belajar Tidak Hanya di Dalam Kelas
Pembelajaran tidak melulu hanya di ruang kelas. Pembelajaran Al Quran Hadits dapat dikemas dalam bentuk training spiritual. Dengan demikian, Al Qur
an Hadits tidak saja menarik bagi siswa, namun nilai-nilai agama (spiritual) juga terinternalisasi dalam diri siswa. Lebih lanjut, Al Quran Hadits bukan sekadar hafalan ayat-ayat atau ceramah agama, tapi Al Qur
an Hadits menjadi sumber moral bagi siswa.
Al Quran hadits sebagai pedoman hidup manusia dipahami sebagai sumber hukum dan sumber moral bagi ummat Islam, sehingga pembelajaran Al Qur
an Hadits tidak sekedar hafalan yang bersifat doktrinal. Akan tetapi dipahami sebagai sumber hukum yang harus dipahami oleh siswa untuk selanjutnya diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Al Quran Hadits memuat ajaran Islam yang mulia seperti hukum, akidah, akhlak, ilmu pengetahuan, sejarah dan lain sebagainya yang itu semua perlu dipahami dengan baik agar siswa tidak salah memahami kandungan ayat atau hadits. Sebab, bila terjadi kesalahan dapat berakibat fatal baik di dunia maupun di akhirat.
Untuk itu, guru harus jelas saat menerangkan maksud dan isi kandungan ayat atau hadits. Improvisasi yang dilakukan oleh guru semestinya tidak sebatas pada metode saja, namun juga dalam hal pemahaman. Artinya, guru perlu menjelaskan isi kandungan Al Qur
an dan Hadits dengan pendekatan masa kini yang lebih kontekstual. Dengan demikian, guru dituntut untuk meningkatkan wawasan dan kompetensinya baik dengan membaca buku maupun referensi lainnya.
Menjadi guru kreatif, tentu guru harus aktif mencari informasi dari berbagai sumber belajar yang mutakhir. Hal ini penting dilakukan agar guru memiliki pemahaman yang up to date dan segar. Bila guru melakukan hal-hal demikian, pembelajaran menjadi menarik.
Kesimpulan
Jadi, dapat dikatakan bahwa keberhasilan pembelajaran Al Quran Hadits bukan hanya diukur dari hafalan atau angka-angka di raport, tapi juga dari karakter, perilaku dan akhlak. Siswa yang memiliki karakter, perilaku dan akhlak baik merupakan representasi dari nilai-nilai spiritual yang tertanam dalam diri siswa. Lebih jauh, pembelajaran Al Qur
an Hadits dapat dijadikan sebagai media pembentukan moral bangsa.
Oleh: Agus Priyadi, S.Pd.I. Ketua MT PRM Danaraja, anggota MT PCM Merden dan anggota KMM Banjarnegara.