Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banjarnegara
Jl. K.H. Ahmad Dahlan No.8, Banjarnegara, Jawa Tengah 53418

Sempat Muncul Muhammadiyah Garis Lucu, Sampai Lupa Jika Ada Muhammadiyah Garis NBM

Jagad media sosial sempat marak dengan istilah Muhammadiyah Garis Lucu yang memuat guyonan tentang kemuhammadiyahan, keberadaannya memang cukup menjadi hiburan di jagad media sosial, meski ada pula yang menyayangkan gerakan tersebut, karena sejatinya Muhammadiyah merupakan gerakan untuk pemberdayaan ummat. Namun hal ini justru menjadi pertanda bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi besar yang inklusif.

Muhammadiyah hadir tidak hanya untuk ummat Islam, tetapi lebih dari itu, Muhammadiyah hadir untuk negeri kita tercinta. Buktinya ada pada slogan LAZISMu yang telah terpampang di mobil ambulanMu yakni “Memberi Untuk Negeri”.

Bukti selanjutnya, kampus Muhammadiyah justru memiliki kuota khusus bagi non muslim untuk bisa mengenyam pendidikan di Universitas Muhammadiyah, tentu saja mereka yang berbeda keyakinan tersebut akan akrab dengan Mars Sang Surya yang liriknya merupakan kalimat syahadat.

Hal yang sudah muncul lama tapi jarang tersentuh bukanlah Muhammadiyah Garis Keras ataupun Garis Lucu, tapi di lingkungan persyarikatan juga ada Muhammadiyah Garis NBM. Muhammadiyah Garis NBM boleh dibilang adalah mereka yang memiliki Nomor Baku Muhammadiyah namun dalam pemahaman dan pengamalan ibadahnya tidak seperti sebagaimana warga Muhammadiyah pada umumnya.

Muhammadiyah Garis NBM sering terlihat di Amal Usaha Muhammadiyah, di mana karyawan AUM memang wajib memiliki NBM atau KTAM sebagai syarat untuk bisa bekerja di AUM. Namun nyatanya kepemilikan NBM tidak mesti sejalan dengan ideologi Muhammadiyah, misalnya saja ketika Muhammadiyah memutuskan Lebaran di tanggal 10 April, justru masih ada karyawan AUM yang masih berpuasa ketika PP Muhammadiyah telah memutuskan Hari H Lebaran di tanggal tersebut.

Contoh lain, misalnya ada Karyawan di AUM yang sudah ditetapkan sebagai Karyawan Tetap, namun di tempat tinggalnya ia justru aktif menjadi bagian dari organisasi yang merupakan Adik dari Muhammadiyah. Pagi di Muhammadiyah sorenya kumpulan muslimat, misalnya.

Dua contoh di atas setidaknya menjadi bukti bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi yang amat inklusif, Muhammadiyah terbuka bagi siapapun, baik yang ingin mengabdi untuk persyarikatan atau yang ingin mencari nafkah.

Jargon Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah seakan belum sampai di sanubari para pekerja yang ada di lingkungan Muhammadiyah.

Apakah fenomena ini menjadi polemik, tentu saja ada, karena setiap pergerakan pasti memunculkan konsekuensi, baik itu positif ataupun negatif. Misalnya masih ada pengurus Muhammadiyah yang justru kesulitan mencarikan pekerjaan untuk anaknya, sedangkan fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak orang di luar Muhammadiyah akhirnya mengurus NBM agar dapat melamar pekerjaan di AUM. Fenomena ini seakan membuat kesan bahwa Orang Muhammadiyah “tersisihkan” karena tidak bisa bekerja di AUM. Sekali lagi ini hanyalah kesan, faktanya bisa ditemukan sendiri di setiap daerah ataupun cabang.

Namun, kita juga perlu memandang secara realistis, bahwa AUM sudah pasti membutuhkan seseorang yang sesuai dengan kualifikasi. Di Klinik Utama PKU Muhammadiyah Luwu Utara misalnya, ada Dokter Umum yang beragama Hindu dan aktif dalam kegiatan sosial.

Dalam perspektif berbeda, keberadaan Muhammadiyah Garis NBM justru menjadi bukti bahwa Muhammadiyah memang organisasi yang bisa menarik minat banyak orang untuk bermuhammadiyah, setidaknya hal ini akan membuat semakin banyak orang yang hafal dengan Mars Sang Surya.

Di sisi lain, Muhammadiyah Garis NBM juga bisa menjadi ajang kaderisasi melalui jalur pekerjaan, selain dari jalur keluarga ataupun sekolah.

Meski demikian, penguatan ideologi Muhammadiyah tetap harus digalakkan, agar AUM memiliki spirit kemuhammadiyahan. Misalnya dengan menggalakkan Baitul Arqam, di mana agenda ini bisa menjadi ajang penguatan ideologi kemuhammadiyahan bagi karyawan AUM. Selain itu, dalam perekrutan karyawan AUM, pihak recruiter perlu membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa setelah diterima menjadi bagian dari AUM, sang karyawan bersedia untuk aktif di persyarikatan baik di cabang ataupun ranting.

Pihak AUM juga semestinya memiliki jaringan dengan PCM ataupun PRM di tempat karyawan tinggal ataupun berdomisili, sehingga ketika PCM atau PRM memiliki agenda, karyawan tersebut bisa terlibat aktif menghidupi Muhammadiyah di lingkungannya.

Keberadaan AUM merupakan bentuk kemajuan persyarikatan, upaya untuk maju kerap membutuhkan kolaborasi, di mana dalam proses kolaborasi terkadang membutuhkan beragam karakter Individu yang bersedia untuk terlibat langsung dalam menghidupi Muhammadiyah.

Akhir kata, Ubur-ubur makan pinang, kader yang baik sudah semestinya aktif di ranting atau cabang.

Kontributor: Dhimas Raditya Lustiono

Share the Post:
Related Posts