Sebagai anak yang besar di desa, saya melihat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin sedikit kawan-kawan saya yang bisa menjangkaunya. Kawan-kawan seangkatan saya di sekolah dasar semuanya lulus dan bisa dikatakan nyaris semuanya melanjutkan ke jenjang pendidikan di atasnya, baik itu SMP maupun MTs. Kemudian, setelah melalui jenjang ini, tidak semua kawan saya melanjutkan ke jenjang di tingkat atasnya seperti SMA/SMK/MA. Penggambarannya dapat diilustrasikan dengan wujud piramida, kian tinggi jenjang pendidikan, kian sedikit kawan saya yang mengenyamnya. Fenomena ini nyatanya tidak hanya terjadi di lingkungan pergaulan saya, namun juga menjadi fenomena nasional yang sedari dulu hingga hari ini masih dapat kita temui.
Kesadaran akan pentingnya mengenyam pendidikan formal, kian tinggi dimiliki oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kendati demikian, tidak semua anak memiliki ijazah hingga tingkat SMA sederajat. Banyak faktor yang melatarbelakangi hal tersebut. Mulai dari taraf ekonomi, pola asuh keluarga, lingkungan pergaulan, informasi yang diperoleh, serta didikan di sekolah.
Sejenak kilas balik ketika menjelang kelulusan SMP, sempat tebersit untuk melanjutkan pendidikan di SMK, dengan harapan selepas lulus dapat langsung bekerja sesuai dengan keterampilan yang diperoleh di SMK. Tak pernah terpikirkan bahwa saya akan menjejakkan kaki di perguruan tinggi, bahkan hingga jenjang pascasarjana. Pikiran tersebut cukup beralasan, karena saya melihat betapa besar biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh orang tua hingga saya berseragam SMP, sehingga saya tak ingin terus menjadi beban orang tua selepas merampungkan 12 tahun masa menjadi siswa.
Selepas SMP, saya justru melanjutkan pendidikan di SMA, yang kemudian Allah izinkan saya meneruskan studi di jenjang perguruan tinggi. Hal ini tentu tidak terlepas dari dorongan orang tua dan nasihat dari beberapa kerabat.
Melanjutkan pendidikan formal, hari ini menjadi hal yang sangat penting, terutama dilihat dari sisi ekonomi. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin besar pula harapan untuk mendapatkan taraf hidup yang lebih layak. Nyaris semua jenis pekerjaan di sektor formal mensyaratkan kepemilikan ijazah jenjang pendidikan tertentu, biasanya minimal SMA/sederajat. Terlebih lagi ketika memilih akan menempuh jenjang pendidikan tinggi, salah satu pertimbangan utamanya adalah: “jurusan apa yang mempunyai peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak?”
Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan amat sangat berkaitan dengan ekonomi. Ketiadaan tabungan pendidikan telah menjadi salah satu faktor penyebab seseorang tidak melanjutkan jenjang pendidikannya. Sebagian kawan saya yang sudah kenal dengan uang, artinya sudah mampu bekerja dan mendapatkan bayaran atas pekerjaan yang dilakukannya, cenderung memilih untuk tidak melanjutkan sekolah dan tetap bekerja meski serabutan.
Ketika seorang anak tidak memiliki keinginan kuat untuk melanjutkan pendidikan dan tidak didukung oleh orang tua serta lingkungan yang sadar akan pentingnya manfaat pendidikan formal, maka hampir dipastikan sang anak tidak melanjutkan pendidikannya. Ia akan tetap bekerja meski usianya belum genap untuk memiliki KTP.
Padahal, ketika tekad untuk lanjut sekolah sudah menyala, sudah semestinya faktor ekonomi tidak menjadi penghalang. Tekad merupakan api kecil yang bisa dibesarkan dengan bahan bakar bernama kesungguhan. Man Jadda Wa Jada, yang artinya siapa yang bersungguh-sungguh, dia akan berhasil.
Berkaitan dengan faktor ekonomi, kini di dunia pendidikan kian banyak beasiswa atau program bantuan pendidikan dari pemerintah. Beasiswa juga datang dari lembaga-lembaga swasta, seperti PTMA (Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah) yang sampai hari ini telah memberikan berbagai jenis beasiswa kepada banyak mahasiswa penerima manfaat. Sekolah-sekolah dan Pondok Pesantren di bawah naungan Persyarikatan Muhammadiyah pun tak ketinggalan memberikan beasiswa kepada masyarakat yang membutuhkan.
Akhir kata, tulisan ini tak bermaksud menunjuk hidung siapapun untuk bertanggung jawab atas masih rendahnya partisipasi pendidikan masyarakat Indonesia. Memang sudah semestinya pemerintah melaksanakan kewajibannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, masyarakat pun tidak boleh hanya berpangku tangan menunggu dan menerima bantuan pendidikan dari pemerintah. Lembaga-lembaga milik masyarakat dapat hadir mengisi kekosongan negara dalam memenuhi hak rakyat dalam bidang pendidikan, utamanya pendidikan formal.
Kontributor : Afriansyah
Editor : Dhimas