Perempuan seringkali diharapkan kuat, namun jika terlalu kuat akan dianggap membangkang. Perempuan didorong mandiri, tetapi jika terlalu mandiri dianggap mengancam. Lalu perempuan didukung untuk berpendidikan tinggi, tetapi tetap saja mendapatkan pertanyaan offensif, “Nanti siapa yang mau, jika pendidikannya terlampau tinggi?”
Ada kontradiksi yang terus mengiringi langkah perempuan dalam masyarakat. Tuntutan untuk menjadi serba bisa, cerdas, mandiri, anggun dan penyabar. Sering kali tuntutan serba bisa tersebut dibarengi dengan ekspektasi bahwa perempuan tetap harus tahu diri. Seakan-akan ada batasan yang tidak boleh dilanggar, meskipun perempuan sudah berusaha memenuhi berbagai peran yang diberikan kepadanya.
Jika melihat dalam Islam, perempuan memiliki kedudukan yang begitu istimewa, bukan hanya sebagai pelengkap, tetapi sebagai individu yang memiliki hak untuk berkembang, berpendidikan, berkarya, dan berkontribusi dalam kehidupan sosial.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Barang siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)
Ayat ini menegaskan bahwa dalam pandangan Allah, laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam meraih kebaikan dan keberkahan hidup. Perempuan tidak dikecilkan perannya, justru diberikan peluang yang sama untuk berkembang dan berkontribusi.
Namun, mengapa hingga saat ini perempuan masih dihadapkan pada berbagai dilema? Seolah-olah mereka harus memilih: menjadi ibu rumah tangga atau wanita karier?.
Menjadi perempuan berpendidikan atau yang patuh pada tradisi? Padahal, tidak seharusnya ada dikotomi seperti itu. Perempuan bisa menjadi keduanya; berpendidikan tinggi sekaligus ibu yang baik, berkarier cemerlang sekaligus istri yang penuh kasih.
Kita bisa melihat sosok-sosok hebat dalam sejarah Islam. Khadijah R.A, seorang pebisnis sukses, tetap menjadi istri yang penuh cinta bagi Rasulullah SAW . Aisyah r.a, seorang ilmuwan dan ahli hadis, namun Ia tetap menjalankan perannya sebagai Ibu dalam rumah tangga. Adapula sosok Ummu Salamah, perempuan dengan pemikiran strategis namun tetap menjadi ibu yang bijaksana.
Perempuan bukan tentang memilih satu peran dan mengorbankan yang lain. Melainkan tentang bagaimana ia bisa menjalani peran-peran tersebut secara seimbang, sesuai dengan potensi dan panggilan hidupnya.
Namun, ada hal yang perlu diingat; kebebasan bukan berarti tanpa batas. Islam memberikan kebebasan kepada perempuan, tetapi juga membimbing agar kebebasan itu tetap berada dalam koridor nilai yang menjaga kehormatan dan keseimbangan dalam kehidupan.
Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)
Kebebasan bukan tentang bisa melakukan apa saja, melainkan tentang memilih secara bijak, memahami konsekuensi atas pilihannya, dan tetap berada dalam nilai-nilai yang benar. Kutipan ayat di atas tentu bisa menjadi pedoman bagi perempuan yang ingin berkontribusi ketika ia berada di luar rumah. Tentu saja ayat tersebut tidak hanya sekadar batasan, tetapi juga menjaga kemuliaan perempuan.
Baca Juga: Program Emina PDNA Banjarnegara
Merenungkan Kebebasan Perempuan dan Peran Perempuan
Di Hari Perempuan Internasional ini, mari kita renungkan kembali, bahwasanya Perempuan tercipta dari tulang rusuk bukan untuk dibatasi, tetapi juga bukan untuk kehilangan arah. Kita bukan hanya sekadar bebas, tetapi bebas dengan makna. Kuat tanpa keras kepala tetapi tetap bijaksana. Dan yang paling penting, perempuan dapat menjalani kehidupan ini dengan kesadaran penuh, bukan sekadar memenuhi ekspektasi orang lain, tetapi untuk mencapai potensi terbaik yang telah Allah anugerahkan.
Selamat Hari Perempuan Internasional! For All Women and Girls: Rights, Equality, and Empowerment”. Mari terus bergerak maju dengan keyakinan, kesadaran, dan keberanian. Junjung tinggi kesetaraan dan pemberdayaan perempuan, demi terwujudnya perempuan yang berkemajuan.
Penulis : Dea Voni (Sekretaris 1 PDNA Banjarnegara)
Editor : Mufti & Dhimas