Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banjarnegara
Jl. K.H. Ahmad Dahlan No.8, Banjarnegara, Jawa Tengah 53418

Menjadikan Profesi Menjadi Pilar Keimanan

Bekerja, mencari nafkah, dan berkarya seringkali dipandang sebagai aktivitas duniawi yang terpisah dari urusan agama. Namun, dalam Islam, bekerja bukan sekadar upaya memenuhi kebutuhan hidup. Ia adalah ibadah yang memiliki kedudukan mulia, bahkan menjadi pilar penguat keimanan yang esensial. Perspektif Islam mengubah tempat kerja, baik kantor, ladang, bengkel, atau rumah, menjadi medan jihad ekonomi dan spiritual.

Etos kerja seorang Muslim haruslah didasarkan pada dua prinsip utama: mencari rezeki yang halal (thayyib) dan melaksanakan pekerjaan dengan kualitas terbaik (ihsan). Jika dua prinsip ini terpenuhi, maka setiap tetes keringat dan setiap jam kerja akan bernilai pahala, yang secara otomatis akan mengokohkan iman di dalam hati.

Islam menempatkan bekerja sebagai sebuah kewajiban. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan umatnya untuk mandiri dan menjauhi meminta-minta, bahkan menganjurkan untuk mencari rezeki melalui tangan sendiri. Rasulallah SAW bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ، خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ، وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

Artinya: “Tidaklah seseorang makan suatu makanan pun yang lebih baik daripada makanan yang dihasilkan dari kerja tangan sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Dawud ‘alaihis salam makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (HR. Bukhori).

Hadis ini mengangkat derajat bekerja secara mandiri ke tingkatan yang sangat mulia, menjadikannya sunnah para nabi. Ketika rezeki yang masuk ke dalam tubuh adalah hasil dari usaha yang halal dan keringat yang jujur, maka iman akan terasa lebih manis dan ketaatan menjadi lebih ringan.

Agar pekerjaan sehari-hari dapat menguatkan keimanan, ia harus dijiwai oleh tiga prinsip pokok yaitu:

Niat yang Lurus

Niat adalah pembeda antara amal dunia dan amal akhirat. Niat bekerja haruslah lebih dari sekadar mengumpulkan harta, tetapi juga untuk: menafkahi keluarga (yang merupakan jihad), menjauhi kemiskinan (yang mendekati kekufuran), dan memberi manfaat bagi masyarakat. Rasulallah SAW bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Artinya: “Sesungguhnya amal perbuatan itu hanyalah tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang hanya (dibalas) sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhori Muslim).

Dengan meluruskan niat, pekerjaan terberat sekalipun akan terasa ringan, karena hati yang ikhlas merasakan pengawasan Allah dan mengharapkan ganjaran-Nya, bukan pujian manusia. Keikhlasan adalah benteng pertama bagi iman.

Ihsan

Bekerja bukan hanya tentang hasil, tetapi juga tentang proses dan kualitas. Prinsip Ihsan melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya wajib diterapkan dalam pekerjaan. Seorang Muslim tidak boleh menjadi pekerja yang curang, bermalas-malasan, atau merusak amanah. Nabi SAW bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ

Artinya: “Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat Ihsan atas segala sesuatu.” (HR. Muslim).

Ihsan dalam pekerjaan berarti datang tepat waktu, mengerjakan tugas dengan teliti, jujur dalam transaksi, dan menjaga etika profesi. Ketika seseorang berbuat Ihsan karena keyakinan bahwa Allah melihatnya, ia tidak hanya profesional di mata manusia, tetapi juga mencapai derajat keimanan yang tinggi (muraqabah).

Menjaga Kekhalalan Rezeki

Rezeki yang didapatkan harus suci dari unsur haram, seperti riba, penipuan, suap, atau hasil dari pekerjaan yang dilarang syariat. Rezeki yang halal adalah kunci diterimanya ibadah dan doa, serta penjamin kebersihan hati. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah: 168):

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Artinya: “Wahai sekalian manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi yang halal lagi baik (thayyiban), dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Rezeki halal memastikan keimanan tetap murni. Sebaliknya, harta haram dapat merusak hati, menggelapkan akal, dan melemahkan semangat untuk beramal saleh. Menjaga kehalalan adalah jihad melawan godaan syaitan di pasar dan di tempat kerja.

Ketika bekerja dijalankan dengan niat yang ikhlas, kualitas Ihsan, dan rezeki yang halal, maka keimanan akan mendapatkan penguatan nyata dalam beberapa aspek:

  1. Meningkatkan Tawakal: Orang yang bekerja keras dan jujur menyadari bahwa hasil akhir tetap milik Allah. Ini menumbuhkan sikap tawakal (berserah diri) yang benar, yakni berusaha maksimal lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah.
  2. Menumbuhkan Sikap Syukur: Keberkahan dalam rezeki (walaupun sedikit) akan terasa, menumbuhkan rasa syukur yang mendalam, yang merupakan salah satu bentuk iman tertinggi.
  3. Memperkuat Ukhuwah: Prinsip Ihsan dan kehalalan akan melahirkan hubungan kerja yang adil, jauh dari konflik dan kecurangan, sehingga memperkuat persaudaraan antar sesama.

Bekerja dalam Islam adalah jembatan emas yang menghubungkan aktivitas dunia dengan ganjaran akhirat. Ia adalah sarana nyata untuk menguji dan menguatkan keimanan kita.

Marilah kita tingkatkan kualitas kerja kita, jadikan setiap transaksi sebagai wujud kejujuran, dan setiap tugas sebagai manifestasi tanggung jawab kepada Sang Pencipta. Dengan demikian, kita mengubah profesi kita menjadi ibadah yang berkesinambungan, dan Insya Allah, termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung di dunia dan di akhirat.

 

Kontributor: Mu`abas (Anggota MT PCM Sigaluh dan Mahasiswa Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah di Banjarnegara)

Editor: Dhimas

 

Share the Post:
Related Posts