Tujuan pendidikan yang utama adalah menuntun berkembangnya potensi anak menuju versi terbaik mereka yang disesuaikan dengan kodrat zaman dan alam siswa. Dalam berproses, siswa acapkali menemukan dinamika hasil belajar. Bila hal ini disambut sebagai bahan refleksi bersama (siswa, orang tua, dan guru), siswa akan dikuatkan lahir dan batinnya menuju kondisi well-being sekalipun dipertemukan dengan tantangan ke depannya.
Tersebutlah gadis kecil bernama Reisya, Siswa SD Muhammadiyah Danaraja, putri dari pasangan Syahrizal Lubis dan Reni Yulianti. Siswi dengan nama lengkap Adiva Reisya Azzahra ini merupakan pindahan dari kota Depok ketika ia berada di kelas 2. Lahir dan besar di kota Depok, Reisya hanya bisa berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia, tanpa dibekali dengan Bahasa Jawa yang merupakan bahasa tempat asal neneknya. Hal ini mengakibatkan Reisya harus berjuang ekstra untuk menyesuaikan diri dengan teman-temannya di SD Muhammadiyah Danaraja dalam berkomunikasi khususnya dalam berbahasa jawa yang merupakan bahasa keseharian di SD tersebut.
Reisya adalah siswi yang cerdas. Namanya selalu masuk 3 besar perangkingan di kelasnya, dan memiliki kemampuan membaca serta menghafal Al Qur’an dengan baik. Pada 15 Juni 2024, dia berhasil mengikuti wisuda tahfiz untuk juz 30. Merasa yakin dengan potensi yang dimiliki, Reisya merasa tertantang ketika didapuk menjadi perwakilan SD Muhammadiyah Danaraja di ajang Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Seni Islami (MAPSI) tahun 2023 untuk lomba wudhu dan sholat. Namun, keberuntungan belum berpihak padanya. Reisya pulang dari lomba tanpa membawa piala satupun.
Kegagalan di ajang MAPSI, kegagalan Reisya dalam lomba MAPSI dijadikannya sebagai pelecut untuk berlatih dan belajar lebih giat lagi. Namun, wali kelasnya menangkap potensi verbal berupa artikulasi dan intonasi Reisya yang bagus. Sehingga kemudian wali kelas memberikan rekomendasi lomba sesorah untuk Reisya di ajang Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) 2024.
Sesorah, adalah keterampilan berkomunikasi dengan penguasaan materi dan kemampuan menyampaikan pesan dengan cara yang memikat dan efektif dalam balutan Bahasa Jawa. Jelas, pada mulanya Reisya menolaknya. Butuh waktu negosiasi beberapa bulan, untuk meyakinkan Reisya, bahwa sesorah adalah hal baru yang patut ia coba. Dengan penguatan yang intens, akhirnya Reisya menerima tawaran wali kelasnya tersebut.
Reisya, mulai berlatih dengan rasa yang kurang bersemangat. Beberapa kali ia belum bisa membedakan huruf a yang harus dilafazkan o. Tak jarang ia mengeluh dan berujar bahwa Bahasa Jawa sangat merepotkan dengan segala aturannya. Reisya dituntut bisa mengucapkan tembung sesuai dengan pakemnya.
Namun Pembina lomba kala itu menuntun Reisya dengan sedikit memaksa. Berulang-ulang Reisya dipandu untuk memahami teknik pengucapan kata dalam Bahasa Jawa.
Namun ternyata Reisya juga tak tinggal diam, ia berinisiatif mencari referensi sesorah melalui internet. Ia belajar gestur, ekspresi dan artikulasi.
“Saya mendengar cara model berbicara dan bagaimana hal itu bisa memengaruhi penonton dengan kata-kata, saya merasa terinspirasi. Akhirnya saya belajar tentang sesorah melalui internet,” ujar Reisya.
Tidak ada kesuksesan yang lahir dari kenyamanan
Keputusan Reisya untuk belajar sesorah tidak hanya membantunya dalam hal berbicara di depan umum, tetapi juga memberikan dampak positif yang lebih luas dalam kehidupannya. Keterampilan baru yang ia peroleh ternyata membuat dirinya merasa lebih percaya diri dalam berbagai situasi, mulai dari presentasi di kelas hingga ketika berbicara di depan orang banyak.
Mempelajari sesorah telah mengubah Reisya dalam berkomunikasi. Sekarang ia bisa menyampaikan ide-ide dengan lebih jelas.
Dengan rasa percaya diri yang terbarukan, Reisya tampil dalam FTBI dengan lancar dan baik. Alhasil, penyuka kegiatan menggambar dan mewarnai ini berhasil memperoleh juara harapan 1. Walaupun belum masuk 3 besar, Reisya merasa sudah banyak mengambil hikmah dari belajar sesorah. Meski keberhasilannya kali ini harus ia bayar setimpal dengan kehilangan kuota jam main dan menggunakan gadget. Di saat teman-temannya asyik bercengkerama dengan teman sesamanya, Reisya justru memaksa dirinya sendiri untuk fokus pada materi sesorah, ia berkencan dengan ukara demi ukara demi hasil sesorah yang lebih berkualitas.
Hasil FTBI ini pun tak lantas menjadikannya puas. Ia bertekad bisa mendapatkan hasil yang lebih baik lagi di ajang lomba khitobah MAPSI tahun ini. Ia bersyukur khitobah disajikan dalam bahasa Indonesia, sehingga ia lebih mudah mendalami isi dan menjiwai penyampaiannya.
Mengapa Meninggalkan Zona Nyaman Itu Penting
Cerita Reisya adalah pengingat bahwa meninggalkan zona nyaman dan mengejar keterampilan baru bisa memberikan manfaat yang besar. Melalui belajar sesorah, Reisya tidak hanya mengasah kemampuannya dalam berkomunikasi, tetapi juga belajar tentang ketekunan dan kepercayaan diri.
Bagi siswa lain yang mungkin merasa terjebak dalam rutinitas atau kurang puas dengan kemampuan mereka saat ini, cerita Reisya bisa menjadi inspirasi bahwa belajar keterampilan baru, terutama yang tampaknya menantang seperti sesorah, ternyata bisa membuka banyak peluang dan memperkaya pengalaman hidup.
Kisah Reisya dan perjalanan sesorahnya adalah salah satu dari banyak contoh bagaimana keberanian untuk melangkah ke area yang belum pernah dijelajahi dapat membawa perubahan positif yang signifikan dalam hidup seseorang. Jika mengamati kisah ini, mungkin benar adanya tentang pepatah latin yang mengatakan “Keberuntungan datang pada orang yang berani.”
Kontributor: Siti Waryati, S.Pd.
Editor: Dhimas