Dalam kehidupan bermasyarakat, kita tidak lepas dari interaksi sosial yang kadang memunculkan berbagai penilaian terhadap orang lain. Islam sebagai agama yang sempurna mengatur etika sosial, termasuk larangan untuk berprasangka buruk (su’uzhan) yang ditegaskan dalam Surat Al-Hujurat ayat 12:
اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ ١٢
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain…” (QS. Al-Hujurat: 12)
Makna dan Kandungan Ayat:
- Larangan Berprasangka
Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk menghindari banyak dari prasangka. Karena tidak semua prasangka benar, sebagian besar bersifat negatif dan merusak, apalagi jika disandarkan pada kecurigaan tanpa bukti. Prasangka buruk bisa menggiring seseorang pada tuduhan, fitnah, dan permusuhan.
- Sebagian Prasangka Itu Dosa
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa ba’dhaz zhanni itsmun (sebagian prasangka adalah dosa). Ini berarti, bukan hanya tindakan yang berdosa, tetapi pikiran negatif yang tidak berdasar pun bisa bernilai dosa jika dipelihara dan berdampak pada perilaku.
- Lanjutan Etika Sosial: Larangan Tajassus dan Ghibah
Setelah larangan berprasangka, ayat ini menyambung dengan larangan tajassus (mencari-cari kesalahan orang lain) dan ghibah (menggunjing). Ini menunjukkan bahwa prasangka sering menjadi pintu masuk kepada tajassus dan ghibah.
Penjelasan Menurut Muhammadiyah
Dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, ditegaskan bahwa warga Muhammadiyah hendaknya menanamkan perilaku tolong-menolong, saling percaya, dan berprasangka baik, sebagai bagian dari kepribadian Islami dalam kehidupan bermasyarakat. Prasangka buruk disebut sebagai sikap negatif yang dapat merusak ukhuwah dan harmonisasi sosial.
Di sisi lain, Buku Induk dan Tuntunan Tabligh menegaskan pentingnya akhlak dan metode dakwah yang baik, yang menghindari su’uzhan kepada sesama muslim, karena hal ini bertentangan dengan tujuan amar makruf nahi munkar dalam tabligh.
Relevansi dalam Kehidupan Modern
Di era media sosial saat ini, prasangka buruk mudah sekali menyebar dalam bentuk hoaks, komentar negatif, atau ujaran kebencian. Seringkali, seseorang dengan mudah menghakimi hanya berdasarkan potongan informasi. Ayat ini menjadi peringatan keras bahwa Islam menghargai kehormatan dan hak asasi manusia, serta mengajarkan tabayyun (klarifikasi) sebelum mengambil sikap.
Penutup
Al-Hujurat ayat 12 adalah perintah Ilahi untuk menjaga diri dari dosa-dosa sosial yang merusak. Seorang muslim yang sejati akan memelihara lisan dan hatinya dari buruk sangka, tajassus, dan ghibah. Ia akan mengedepankan husnuzan, saling menghormati, dan menjunjung nilai ukhuwah Islamiyah.
Kontributor: Mister Kismadi, SE (MPI Cabang Kalibening)
Editor: Dhimas