Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banjarnegara
Jl. K.H. Ahmad Dahlan No.8, Banjarnegara, Jawa Tengah 53418

Iman sebagai Pilar Ketahanan Diri

Kehidupan adalah lautan yang penuh gelombang; kadang tenang, sering kali badai. Di tengah pusaran tantangan modern, mulai dari tekanan ekonomi, krisis identitas, hingga hiruk-pikuk media sosial, manusia membutuhkan jangkar yang kuat agar tidak terombang-ambing. Jangkar itu, bagi seorang Muslim, adalah keimanan (Iman). Menguatkan keimanan bukan sekadar ritual ibadah, melainkan upaya membangun benteng spiritual yang menjamin istiqamah (keteguhan) dan ketenangan batin dalam menghadapi segala gejolak dunia.

Istiqamah adalah teguh di atas ketaatan dan kebenaran, sebuah manifestasi nyata dari iman yang kokoh. Untuk mencapai istiqamah, keimanan harus menjadi landasan yang tak tergoyahkan. Allah SWT berfirman tentang balasan bagi mereka yang beristiqamah sebagaiman termaktub dalam Al-Qur’an surat Fushilat ayat 30:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka beristiqamah (meneguhkan pendirian), maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.””

Ayat ini menjanjikan dua karunia besar di dunia bagi orang yang beriman dan beristiqamah, yaitu: hilangnya rasa takut (khauf) akan masa depan dan hilangnya rasa sedih (huzn) atas apa yang telah berlalu. Inilah puncak ketahanan mental dan spiritual.

Iman yang kuat bukan didapat dengan berdiam diri, melainkan melalui interaksi aktif dengan sumber-sumber kekuatan spiritual. Diantaranya:

Senantiasa Berdzikir

Dzikir (mengingat Allah) adalah nutrisi utama bagi hati, menjaganya agar tetap hidup dan sadar akan kehadiran-Nya. Ketika hati senantiasa berdzikir, ia akan kebal dari bisikan syaitan dan keraguan. Allah SWT berfirmn dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 28:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”

Ayat ini menjadikan dzikir sebagai sumber tunggal ketenteraman (طمأنينة). Dalam kehidupan yang serba cepat dan penuh kecemasan ini, dzikir adalah terapi spiritual yang paling mujarab. Perbanyaklah bacaan Al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, dan doa.

Memperdalam Cinta Kepada Allah SWT

Iman tidak akan sempurna tanpa kecintaan yang tulus kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mencintai beliau berarti meneladani sunnah beliau dalam segala aspek kehidupan. Sunnah beliau adalah peta jalan (pedoman) yang memandu kita agar tidak tersesat, terutama di saat-saat keimanan terasa lemah. Rasulallah SAW bersabda:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Artinya: “Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kalian, hingga aku lebih dicintai olehnya daripada anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia.” (HR. Bukhori Muslim)

Kecintaan ini diterjemahkan menjadi ketaatan pada ajaran beliau, yang secara otomatis akan meningkatkan kualitas dan kekokohan iman. Setiap usaha mengikuti sunnah adalah sebuah batu bata yang membangun benteng keimanan.

Mengambil Pelajaran dari Ujian

Setiap kesusahan, musibah, atau ujian hidup yang menimpa seorang Mukmin berfungsi sebagai pembersih dosa dan sekaligus penguji kualitas keyakinan (Yaqin). Orang yang imannya kuat melihat ujian bukan sebagai hukuman, melainkan sebagai kesempatan untuk mendekat dan memperkuat Yaqin. Rasulallah SAW bersabda:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

Artinya: “Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin. Seluruh urusannya adalah kebaikan, dan hal ini tidak dimiliki kecuali oleh orang Mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu baik baginya.” (HR. Muslim).

Hadis ini adalah gambaran sempurna dari ketahanan iman. Dalam kesenangan, iman termanifestasi dalam syukur. Dalam kesulitan, iman termanifestasi dalam sabar. Kedua hal ini saling menguatkan keimanan.

Keimanan yang kuat dan istiqamah menghasilkan dampak nyata, bukan hanya pada spiritual, tapi juga pada kehidupan sosial dan personal. Iman yang diiringi dengan amal saleh adalah resep ilahi untuk mendapatkan kehidupan yang damai, berkah, dan produktif. Kehidupan yang baik bukanlah bebas dari masalah, tetapi memiliki kemampuan untuk mengelola masalah dengan hati yang tenang. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nahl 97:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً

Artinya: “Barangsiapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (Hayatan Thayyibah)…”

Selain itu, keimanan yang benar juga akan mendorong seseorang untuk mencintai sesama Muslim, karena ikatan akidah adalah ikatan terkuat. Nabi SAW bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Artinya: “Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kalian, hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (Bukhori Muslim).

Mencintai orang lain, berempati, dan menjaga persaudaraan adalah bukti dari iman yang telah meresap ke dalam perilaku. Iman yang kokoh tidak hanya menyejahterakan diri sendiri, tetapi juga menciptakan masyarakat yang damai dan saling peduli.

Menguatkan keimanan merupakan investasi terbaik untuk dunia dan akhirat. Ia adalah energi batin yang memungkinkan kita bersyukur saat lapang, bersabar saat sempit, dan berjuang saat lemah. Jadikanlah Al-Qur’an dan Sunnah sebagai panduan harian, dzikir sebagai nafas jiwa, dan istiqamah sebagai tujuan hidup. Dengan demikian, hati akan menjadi benteng yang kokoh, siap menghadapi setiap gejolak hidup dengan ketegasan iman dan ketenangan jiwa.

 

Kontributor: Mu`abas (Anggota MT PCM Sigaluh dan Mahasiswa Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah di Banjarnegara)

Editor: Dhimas

 

Share the Post:
Related Posts