Hari-hari begitu cepat berlalu, manusia di bumi berkendara dengan beragam mobil-motornya, suara knalpot kendaraan dan telolet klakson bagai orkestra jalanan yang tak bisa dihindari. Walau demikian, saya tetap memilih jalan kaki hampir ke manapun saya pergi selagi masih bisa kaki ini menjangkau tempat yang saya tuju. Setahun penuh raga ini bertumpu pada kedua kaki untuk menyusuri jalanan di pagi hari ke sekolah tanpa sekalipun menggunakan kendaraan bermotor. Akhir tahun 2023 tepat berada di hari Ahad, saya putuskan untuk membaca diri dan membaca catatan pekanan.
Tahun 2023 ternyata berlalu begitu cepat. Ketika orang-orang mengatakan bersiap membuka lembaran baru, saya justru ingin membaca kembali catatan yang telah berlalu. Tetapi, kali ini saya membaca melalui cermin. Tentu, sebab saya tidak berkendara, maka saya tidak punya spion untuk melihat apa yang ada di belakang. Saya hanya mencoba melihat diri saya di cermin yang begitu kecil yang saya gunakan ketika menyisir rambut. Dari jarak yang sedikit jauh, bayangan bahkan nampak lebih kecil lagi.
Saya mengintip ke dalam cermin, terlihat seorang lelaki sedang heran melihat wajah yang begitu tenang, sedang cerminnya bergetar lantaran rumahnya berada di pusat kota, tempat orang-orang dan kendaraan berlalu-lalang. Suara kendaraan bermotor, hingga denting mangkok penjaja mi ayam bahkan selalu terlempar masuk menembus jendela kamarnya
Dalam diam saya mulai tersadar, betapa dunia selalu berputar mengelilingi orang-orang yang diam. Lelaki itu salah satu di antaranya. Ia bahkan tak mau mengecek kembali apa saja yang sudah Ia lakukan selama 365 hari ini.
Ia yang bahkan baru pernah mengunjungi pusat kuliner meski tempat tinggalnya hanya berjarak 300 meter dari tempat tersebut, lelaki itu bahkan baru pernah mengunjungi berbagai tempat yang katanya cozy, meski sebenarnya tempat tersebut amat dekat dan terjangkau seorang pejalan kaki seperti lelaki yang ada di cermin itu.
Dunia Begitu Istimewa
Dunia yang luas selalu punya tempat yang menarik bagi semua orang, entah untuk ditinggali atau sekadar untuk dikunjungi dan diabadikan dalam jejak foto selfi. Meski demikian, tidak pergi ke mana-mana bukan berarti tidak melakukan apa-apa. Semua mesti mensyukuri nikmat hidup ini, yang bahkan tidak ada seorangpun ahli Matematika di dunia ini yang mampu menghitung jumlah nikmat dariNya.
Sama dengan lelaki yang ada di cermin, saya pun demikian, hari-hari menikmati hidup apa adanya, tak sempat menjelajah ke mana-mana karena bagi saya dunia yang begitu luas ini tak mungkin dijangkau seluruhnya karena keterbatasan yang ada. Kita bisa memilih untuk tinggal di mana kita bisa bahagia, seperti Patrick yang tinggal di rumah batu, atau seperti orang eskimo yang bisa tetap hidup di Iglo.
Dunia serasa istimewa bagi saya, dalam setiap langkah kaki ini, saya masih diizinkan untuk merasakan kebahagiaan, walau tanpa perlu jauh berjalan. Rupanya kebahagiaan itu begitu dekat, dan semakin dekat ketika hati ini bersyukur.
Sampai jumpa di masa depan, wahai lelaki yang ada di cermin, saya pamit sebentar untuk mengganti kalender lama dengan kalender baru dengan segala doa dan harapan yang terpanjatkan.
________
Penulis : Bagus Likurnianto, (seorang Guru PAI di SD Muhammadiyah 1 Banjarnegara. Hobi membaca dan menulis. Sedikit tulisannya pernah tayang Media Indonesia, Koran Tempo, Suara Merdeka, Bali Post, dan lainnya. Bisa disapa melalui Ig @baguslikurnianto)
Editor : Dhimas