Kita dilahirkan dalam keadaan buta aksara, hingga memasuki usia sekolah dasar, kita mampu mengeja aksara yang tertulis di papan tulis. Sungguh, pencapaian tersebut harus menjadi landasan bahwa ilmu yang kita miliki adalah hal yang patut disyukuri.
Pada kesempatan kali ini, kita akan mengkaji ayat-ayat terkait dengan perintah bersyukur tapi direlevansikan dengan ilmu, yaitu Q.S. An-Nahl ayat 78. Yang artinya : “Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibu-ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan Dia telah memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
Ada dua kata kunci yang dapat ditarik pada ayat di atas yaitu “ketidaktahuan” dan “bersyukur”. Ayat di atas menginformasikan bahwa manusia pada awalnya sama sekali tidak mengetahui apa-apa dan seruan kepada manusia untuk bersyukur. Manusia patut bersyukur karena telah diberikan ragam instrumen agar terhindar dari ketidaktahuan.
Jelasnya, kenapa bersyukur? Karena manusia telah dianugerahi pemberian yang luar biasa, yaitu pendengaran, penglihatan dan hati. Ketiganya adalah instrumen untuk memperoleh pengetahuan atau ilmu. Kenapa ilmu? Karena ilmu-lah yang dapat melepaskan manusia dari keadaan “sama sekali tidak mengetahui apapun” atau keadaan tidak berpengetahuan atau singkatnya “ketidaktahuan”.
Sehingga kita patut bersyukur karena Allah memberikan ketiga instrumen pengetahuan tersebut agar kita terbebas dari kebodohan (ketidaktahuan ilmu). Namun bersyukur saja tidak cukup, maka berikutnya adalah mengikhtiarkan semaksimal mungkin agar kita mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya dan dapat diamalkan dalam kehidupan (ilmu yang bermanfaat). Maka syukur pada ayat di atas (Q.S. An-Nahl; 78) adalah syukur yang disertai dengan peningkatan ilmu pengetahuan untuk dapat diamalkan (Ilmu amaliah dan amal ilmiah).
Di sisi yang lain manfaat bersyukur membuat hati menjadi lapang. Dampak jika hati lapang adalah ilmu akan mudah masuk ke dalam relung hati kita. Nasehat mudah meresap pada hati yang lapang itu. Tapi sebaliknya, jika hati sempit karena jarang bersyukur, maka ilmu dan nasehat akan sulit masuk ke dalam relung hati sanubari kita. Hati lapang akan membuat lisan mudah menyampaikan ilmu dan nasehat. Segala urusanpun akan mudah diselesaikan.
Jika dapat diambil kesimpulan dari ayat-ayat lain terkait bersyukur (Q.S. Ibrahim: 7), sebagai warga persyarikatan Muhammadiyah dengan gagasan gerakan berkemajuan, kita dianjurkan untuk senantiasa bersyukur karena nikmat akan bertambah. Tapi yang dimaksud dengan ungkapan “ bersyukurlah maka nikmat akan bertambah” ternyata tidak hanya sebatas pada syukur dengan lisan saja (tekstual). Melainkan harus disertai dengan bertambahnya kinerja dan juga bertambahnya ilmu pengetahuan.
Mengutip dari penuturan Amien Rais (Ketua PP Muhammadiyah periode 1995-2000), beliau pernah berpesan agar jangan puas dengan satu pencapaian (prestasi) saja. Jika telah selesai dengan satu prestasi atau pencapaian, bergegaslah menuju prestasi-prestasi yang lain. Beliau mengutip Q.S. Al-Insyirah: 7, “faiza faraghta fanshab” artinya jika telah selesai dengan satu urusan, bersegeralah menuju urusan berikutnya.
Kita tidak boleh berhenti dan terlalu lama tenggelam dalam kata istirahat, hingga menjadi malas bergerak. Kita harus bergegas dan istiqomah dalam peningkatan kebaikan itu. Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan bahwa semangat bersyukur harus berorientasi pada semangat produktifitas dan kreatifitas atas dasar ilmu. Jadi tidak pasif atau cenderung pasrah. Demikian mudah-mudahan bermanfaat. Wallahu ‘alam bishawab.
Kontributor : Dartim Ibnu Rushd, M.Pd (Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Email : dir569@ums.ac.id)
Editor : Dhimas