Hujan, bagi sebagian orang mungkin sekadar gangguan yang menghambat aktivitas. Namun, bagi seorang mukmin yang merenung, setiap tetes air yang jatuh dari langit adalah sebuah mukjizat, tanda kebesaran Allah SWT, dan rahmat yang tak ternilai harganya.
Allah SWT berfirman: “Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan yang dengannya kamu menggembalakan ternakmu.” (QS. An-Nahl: 10)
Dalam banyak ayat Al-Qur’an, hujan atau al-ghaits (pertolongan) selalu dikaitkan dengan rahmat dan pertolongan Allah SWT. Hujan adalah lambang kehidupan. Ia turun menghidupkan kembali tanah yang kering dan tandus, menumbuhkan segala jenis tanaman dan buah-buahan yang menjadi sumber rezeki dan pangan bagi manusia serta hewan.
Allah SWT berfirman: “Yang menurunkan air dari langit dengan suatu ukuran, lalu dengan air itu Kami menghidupkan negeri yang mati (tandus). Seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur).” (QS. Az-Zukhruf: 11)
Ayat di atas sekaligus memberikan pelajaran spiritual, bahwa hujan adalah perumpamaan dari hari kebangkitan. Sebagaimana bumi dihidupkan setelah mati, demikian pula manusia akan dikeluarkan dari kubur.
Air hujan bukan hanya menyucikan bumi, tetapi juga sarana untuk bersuci bagi hamba-hamba-Nya, baik dari hadats besar maupun kecil. Sebagaimana firman-Nya; “…dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu dan menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu…” (QS. Al-Anfal: 11)
Salah satu nikmat terindah dari hujan adalah penetapannya sebagai waktu istimewa di mana doa seorang hamba lebih dekat untuk dikabulkan. Rasulullah SAW bersabda: “Dua doa yang tidak akan ditolak: doa ketika adzan berkumandang dan doa ketika hujan turun.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Maka, ketika rintik hujan mulai turun, jangan sibukkan diri dengan keluhan, tapi bersegeralah mengangkat tangan dan memohon kepada-Nya. Manfaatkan setiap tetes hujan sebagai peluang emas untuk meminta segala kebaikan dunia dan akhirat.
Sebagai bentuk syukur dan pengakuan akan rahmat-Nya, Rasulullah SAW mengajarkan beberapa adab ketika hujan turun yaitu: Pertama, berdo`a memohon hujan yang bermanfaat. Saat melihat hujan mulai turun, sunnahnya adalah membaca doa:
اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً
Artinya: “Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan yang bermanfaat.” (HR. Bukhari).
Kedua, meminta perlindungan saat hujan lebat. Jika hujan turun dengan deras dan dikhawatirkan membawa bencana, kita dianjurkan memohon agar hujan dialihkan ke tempat yang lebih membutuhkan:
اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالْجِبَالِ، وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
Artinya: “Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, curahkanlah di atas dataran tinggi, bukit-bukit, perut lembah, dan tempat tumbuhnya pepohonan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketiga, menyentuh air hujan sebagai rahmat. Pernah suatu ketika Rasulullah SAW membuka sedikit pakaiannya sehingga air hujan membasahi tubuhnya. Ketika ditanya, beliau bersabda: “Karena ia (air hujan) baru saja diciptakan oleh Rabb-nya.” (HR. Muslim).
Baca Juga: Fadhilah Haji dan Umrah Serta Keutamaan Shalat di Dua Masjid Suci
Ini adalah isyarat bahwa air hujan adalah rahmat segar yang baru diturunkan, yang patut kita sambut dengan penuh penghormatan dan rasa syukur.
Maka, jangan pernah mencela hujan. Tatkala ia datang, ingatlah bahwa ia membawa kehidupan, rezeki, dan ampunan. Ia adalah pesan cinta dari langit, yang di dalamnya terdapat waktu paling mustajab untuk bermunajat. Ucapkanlah syukur, panjatkanlah doa, dan sambutlah Nikmat Hujan dengan penuh kerendahan hati.
Kontributor: Tri Wuryanto Susanto, S.P. (Sekretaris PRM Gumiwang dan Mahasiswa Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah di Banjarnegara)
Editor: Dhimas


