Istiqamah (keteguhan dan konsistensi) adalah kata kunci utama bagi setiap Mukmin yang mendambakan kebahagiaan sejati. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istiqamah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan konsisten. Dalam terminologi agama, Istiqamah berarti berpegang teguh pada tauhid, menjalankan semua perintah Allah, dan menjauhi segala larangan-Nya secara konsisten hingga akhir hayat. Ini bukanlah sekadar tren sesaat, melainkan gaya hidup yang berkelanjutan.
Iman ibarat api yang mudah padam jika tidak dijaga. Istiqamah adalah bahan bakar yang terus menerus menyalakan api iman di dalam hati. Tanpa istiqamah, keimanan akan mudah goyah dan rapuh diterpa badai fitnah dunia, baik berupa godaan harta, syahwat, maupun kekuasaan.
Begitu pentingnya istiqamah, hingga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan perintah ini secara langsung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perintah ini sekaligus menunjukkan bahwa jalan menuju kebenaran itu penuh tantangan sehingga membutuhkan keteguhan luar biasa. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Hud ayat 112:
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا ۚ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya: “Maka beristiqamahlah (tetaplah kamu pada jalan yang benar) sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini menyiratkan bahwa istiqamah adalah sebuah beban yang berat (sebagaimana penuturan Rasulullah tentang betapa beratnya surah Hud ini) karena menuntut konsistensi sempurna. Ia menjadi penguat keimanan karena memaksa kita untuk selalu berada di jalur yang benar (Shiratal Mustaqim) dan tidak melampaui batas (wala tatghau) yang dapat merusak iman.
Bagi mereka yang berhasil menjaga istiqamah, Allah menjanjikan balasan yang luar biasa, baik di dunia maupun di akhirat. Janji ini menjadi motivasi terbesar untuk terus menguatkan keimanan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an (QS. Fushshilat: 30):
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka beristiqamah, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.””
Ketenangan dari hilangnya rasa takut dan sedih adalah puncak dari ketenangan jiwa di dunia (sakinah). Ini adalah hadiah langsung dari Allah kepada hati yang istiqamah, sebagai penawar dari segala kekhawatiran dan penyesalan dunia. Ini adalah penguatan iman tertinggi, karena ia menghasilkan kedamaian hati (Thuma’ninah) yang tak ternilai harganya.
Istiqamah bukanlah hasil instan, melainkan proses yang dibangun melalui beberapa prinsip utama yaitu:
- Konsisten dalam Amal Kecil
Istiqamah lebih menghargai kualitas dan kuantitas amal yang konsisten, sekecil apa pun itu. Amal yang terus menerus dilakukan jauh lebih baik daripada amal besar namun dilakukan secara sporadis. Rasulallaah SAW bersabda:
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
Artinya: “Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinyu (berkelanjutan) meskipun sedikit.” (HR. Bukhori Muslim).
Maka, untuk menguatkan iman melalui istiqamah, mulailah dengan langkah sederhana: salat dhuha dua rakaat setiap hari, membaca satu lembar Al-Qur’an, atau berdzikir rutin. Kekuatan iman akan terakumulasi dari konsistensi amal-amal kecil ini.
- Memperbanyak do`a
Istiqamah sepenuhnya berada di tangan Allah subhanahu wa ta’ala karena hati manusia mudah berbolak-balik. Seorang Mukmin yang beriman harus menyadari keterbatasannya dan senantiasa memohon keteguhan dari Sang Pemilik Hati.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering memanjatkan doa:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
Artinya: “Wahai Zat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tarmizi).
Doa ini merupakan pengakuan tulus seorang hamba bahwa istiqamah adalah karunia dan anugerah. Mengucapkan doa ini secara rutin adalah bukti keseriusan untuk menjaga dan menguatkan keimanan.
- Berpegang Teguh pada Al Qur`an dan Sunnah
Istiqamah tidak akan tercapai tanpa memiliki pedoman yang jelas. Al-Qur’an dan Sunnah adalah kompas yang menjaga kita dari penyimpangan. Ketaatan terhadap keduanya adalah indikator terkuat dari iman yang sehat. Nabi SAW bersabda:
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Artinya: “Aku tinggalkan padamu dua perkara, yang kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada keduanya: Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik).
Mempelajari, memahami, dan mengamalkan isi dari kedua sumber ini adalah cara paling efektif untuk menjaga hati tetap istiqamah, karena keduanya memberikan cahaya (nur) yang menerangi jalan.
Istiqamah adalah ujian terberat dan hadiah terbesar dalam hidup seorang Mukmin. Ia adalah manifestasi tertinggi dari keimanan yang telah merasuk dan berakar kuat. Mari kita jadikan istiqamah bukan hanya sebuah pilihan, tetapi sebuah komitmen abadi. Dengan konsistensi dalam amal, ketulusan dalam berdoa, dan keteguhan dalam berpegang pada wahyu, kita akan mampu menguatkan keimanan kita, meraih ketenangan jiwa, dan Insya Allah, termasuk dalam golongan yang disambut para malaikat dengan kabar gembira.
Kontributor: Mu`abas (Anggota MT PCM Sigaluh dan Mahasiswa Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah di Banjarnegara)
Editor: Dhimas