Di beberapa tempat di Indonesia, Muhammadiyah bisa jadi merupakan Organisasi minoritas dengan jumlah kader yang bisa dihitung dengan hitungan jari pada suatu desa. Antipati masyarakat terhadap Muhammadiyah memang bukan cerita baru, bahkan tindakan represif dari masyarakat juga sempat dialami oleh Kiai Ahmad Dahlan yang dianggap kafir karena membelokkan arah kiblat yang sebelumnya mengarah ke benua Afrika.
Kali ini, ada sebuah kisah menarik yang sayang untuk dilewatkan, sebuah kisah dari seorang kader Pemuda Muhammadiyah yang menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN), di mana desa tempat KKN tersebut merupakan wilayah yang jarang tersentuh oleh nafas pergerakan Muhammadiyah.
Sebut saja Mas Daf, seorang Mahasiswa yang sempat mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan saat menjalani KKN, di mana selama 4 hari berturut-turut, sepeda motornya selalu dalam keadaan kembes, entah siapa pelakunya.
Gegara hal tersebut, ia pun sempat mendorong motornya cukup jauh untuk sekadar menambah angin. Insting detektifnya-pun muncul, akhirnya Mas Daf mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan mengapa motornya harus mendapatkan perlakuan yang tidak baik.
Setelah mencari tahu dan berbincang dengan beberapa warga lokal, lalu muncul sebuah alasan mengapa sepeda motor Mas Daf dikempesi, sebabnya ternyata cukup membuat kita mengernyitkan dahi, yakni tertempelnya stiker SMP Muhammadiyah pada body sepeda motornya, yang membuat warga lokal melakukan tindakan jahil tersebut.
Setelah mengetahui sebab tersebut, Mas Daf juga kembali menguliti opini masyarakat (warga lokal) terkait Muhammadiyah, ada yang mengatakan bahwa Muhammadiyah anti tahlilan dan tidak pakai qunut saat shalat. Alih-alih mendebatnya dengan keras, Mas Daf menanggapi opini tersebut dengan tenang dan menjelaskan kepada masyarakat bahwa Muhammadiyah tidak sekaku itu, Mas Daf meminta nasihat dari Sang Ibunda atas hal yang dialaminya, dan Sang Ibunda memberikan nasihat singkat yang ia terapkan.
“Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”
Atas pesan dari Sang Ibu tersebut, Mas Daf memutuskan untuk ikut hadir tahlilan bersama warga lokal, tentu saja Mas Daf bukan hadir sebagai pemimpin tahlil. Di sisi lain, dirinya juga mulai menghafal doa qunut dan berangkat shubuhan di masjid untuk menunaikan shalat shubuh berjamaah bersama warga lokal.
Kebiasaan inilah yang akhirnya membuat warga lokal tidak lagi bersikap keras terhadap Mas Daf, masyarakat mulai bisa membaur dengan Mahasiswa KKN tak terkecuali Mas Daf. Hingga akhirnya dirinya terpilih menjadi Ketua Panitia kegiatan 17an di desa tersebut.
Masyarakat lokal yang masih menjalani Tahlilan juga memahami, bahwa warga Muhammadiyah yang tidak ikut tahlilan tentu tidak akan membubarkan tahlilan hanya gara-gara berbeda pemahaman.
Kisah ini menunjukkan bahwa perjalanan hidup memang tidak selalu mulus, Ayahanda kita terdahulu tentu saja telah mengalami asam garam dinamika sosial dalam pergerakan persyarikatan.
Mas Daf telah menjadi sebuah inspirasi, bahwasanya perbedaan dalam memahami sesuatu, tidak harus dibalas dengan pertikaian, apalagi sesama muslim adalah saudara.
Allah SWT telah berfirman dalam surah Al Hujurat Ayat 10
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ – 49:10
Artinya : Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Karena itu, damaikanlah kedua saudara kalian, dan bertakwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapatkan rahmat.
Perbedaan merupakan sunnatullah, dan menjaga persaudaraan sesama orang-orang mukmin, adalah perintah langsung dari Allah.