Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banjarnegara
Jl. K.H. Ahmad Dahlan No.8, Banjarnegara, Jawa Tengah 53418

Ekonomi Keluarga dalam Islam: Nafkah, Peran Suami-Istri, dan Fenomena Istri Bekerja

Ekonomi keluarga adalah pilar penting dalam ketahanan masyarakat. Dalam Islam, kerangka ekonomi rumah tangga diatur sedemikian rupa untuk menciptakan keadilan, ketenangan (sakinah), cinta (mawaddah), dan kasih sayang (rahmah). Dua konsep sentral yang sering menjadi pembahasan adalah hukum nafkah dan dinamika peran suami-istri di era modern.

Dalam syariat Islam, kewajiban utama mencari nafkah sepenuhnya dibebankan kepada suami atau kepala rumah tangga. Ini merupakan konsekuensi logis dari peran suami sebagai qawwam (pemimpin dan penanggung jawab) dalam rumah tangga, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 34:

اَلرِّجَالُقَوَّامُوْنَعَلَىالنِّسَاۤءِبِمَافَضَّلَاللّٰهُبَعْضَهُمْعَلٰىبَعْضٍوَّبِمَآاَنْفَقُوْامِنْاَمْوَالِهِمْ

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”

Nafkah yang wajib dipenuhi suami mencakup segala keperluan hidup berumah tangga secara ma’ruf (patut dan layak), yang meliputi:

  • Makanan dan Minuman
  • Pakaian (Kiswah)
  • Tempat Tinggal yang Layak
  • Biaya Pengobatan/Kesehatan

Besaran nafkah tidak ditetapkan secara nominal, melainkan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi suami. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya. Yang terpenting, nafkah tersebut harus cukup, layak, dan pantas bagi istri dan anak-anak.

Harta Istri: Hak Penuh Milik Istri

Penting untuk digarisbawahi, meskipun istri memiliki hak atas nafkah dari suami, penghasilan atau harta yang diperoleh istri dari usahanya sendiri adalah hak miliknya secara penuh. Suami tidak berhak mengambilnya tanpa kerelaan atau izin istri. Jika istri menggunakan hartanya untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, hal itu dihitung sebagai sedekah, dan ia akan mendapatkan pahala yang besar, bahkan pahala ganda karena bersedekah kepada kerabat.

Istri Bekerja dan Suami di Rumah

Perkembangan sosial dan ekonomi seringkali menciptakan situasi di mana istri mengambil peran sebagai pencari nafkah utama dan suami mengurus rumah tangga (full di rumah). Bagaimana pandangan syariat?

Status Kewajiban Nafkah Suami

Meskipun istri memiliki penghasilan yang lebih besar, kewajiban suami untuk memberikan nafkah pada dasarnya tidak gugur. Kewajiban ini melekat pada ikatan pernikahan yang sah.

Namun, dalam kondisi darurat atau kesulitan ekonomi yang dialami suami (seperti sakit, PHK, atau sedang merintis usaha), dan jika ada kerelaan serta keikhlasan dari istri untuk mengambil alih atau membantu tanggung jawab nafkah, hal tersebut diperbolehkan dan bahkan menjadi bentuk tolong-menolong yang mulia dalam rumah tangga.

Hukum Istri Bekerja

Istri diperbolehkan untuk bekerja atau berkarir di luar rumah, dengan beberapa catatan penting:

  • Mendapatkan Izin dan Restu Suami: Ini adalah syarat utama.
  • Pekerjaan Halal dan Terhormat: Sesuai dengan kehormatan seorang wanita muslimah.
  • Tidak Melalaikan Kewajiban Utama: Pekerjaan tidak boleh mengabaikan hak-hak suami, anak-anak, dan tugas utama sebagai ibu rumah tangga.

Suami Mengurus Rumah Tangga (HouseHusband)

Dalam Islam, pembagian tugas dalam rumah tangga bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan melalui kesepakatan (tafaqqum) kedua belah pihak. Jika suami-istri bersepakat bahwa istri yang bekerja di luar rumah (atas izin suami), dan suami mengambil peran penuh dalam mengurus anak dan rumah tangga, maka ini sah-sah saja dan tidak dilarang.

Suami yang mengurus rumah tangga, dalam konteks ini, berperan sebagai ‘pelindung’ dan ‘pengurus’ di dalam rumah, menggantikan pekerjaan domestik yang secara tradisional dilakukan istri. Ini merupakan bentuk kerjasama yang adil dan saling melengkapi. Yang terpenting adalah:

Saling Menghargai: Suami harus tetap dihargai sebagai kepala keluarga meskipun istri yang mencari nafkah. Istri tidak boleh menjadi sombong atau merendahkan suami.

Keadilan dan Ma’ruf: Keputusan ini didasari atas pertimbangan terbaik untuk kemaslahatan keluarga, bukan karena paksaan atau tekanan.

Ekonomi keluarga dalam Islam sangat menekankan pada keadilan, tanggung jawab, dan kerjasama. Kewajiban utama nafkah memang di pundak suami. Namun, fleksibilitas syariat memungkinkan adanya pertukaran atau pembagian peran yang disepakati, seperti istri bekerja dan suami mengurus rumah tangga, selama hal itu dilandasi oleh saling ridha (taradhi), tidak melanggar syariat, dan tetap menjaga keharmonisan serta hak-hak utama dalam rumah tangga.

Pada akhirnya, rumah tangga yang berkah adalah yang dibangun di atas ketakwaan, musyawarah, dan semangat tolong-menolong, terlepas dari siapa yang membawa pulang penghasilan terbesar.

Kewajiban nafkah suami dan keutamaan istri yang membantu ekonomi keluarga

Hadis tentang Kewajiban dan Batasan Nafkah

Hadis ini diriwayatkan dari Aisyah mengenai Hindun binti Utbah, yang suaminya (Abu Sufyan) dikenal kikir dalam memberikan nafkah. Hadis ini menjelaskan batasan nafkah yang wajib.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ هِنْدَ بِنْتَ عُتْبَةَ قَالَتْ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ ، وَلَيْسَ يُعْطِينِي مَا يَكْفِينِي وَوَلَدِي إِلاَّ مَا أَخَذْتُ مِنْ مَالِهِ وَهُوَ لاَ يَعْلَمُ. فَقَالَ: «خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ»

(رواه البخاري ومسلم)

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Hindun binti Utbah berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang kikir, dan ia tidak memberiku nafkah yang cukup untukku dan anakku, kecuali yang aku ambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya.” Maka beliau bersabda: “Ambillah yang mencukupi untukmu dan anakmu dengan cara yang baik (makruf).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kewajiban Suami: Hadis ini menegaskan bahwa seorang suami (Abu Sufyan) memiliki kewajiban mutlak memberikan nafkah yang cukup (ma yakfiki) kepada istri dan anaknya.

Standar Nafkah (al-Ma’ruf): Nafkah harus diberikan “dengan cara yang baik (bil-Ma’ruf),” artinya sesuai dengan kelayakan, kebutuhan, dan adat kebiasaan setempat, tanpa berlebihan dan tanpa mengurangi. Ukurannya disesuaikan dengan kemampuan suami.

Hak Istri: Karena suami (Abu Sufyan) melalaikan kewajibannya, Nabi Muhammad ﷺ mengizinkan sang istri mengambil harta suaminya sekadar yang mencukupi kebutuhan dirinya dan anaknya, tanpa dianggap berdosa, asalkan pengambilannya dengan cara yang baik (tidak melampaui batas kebutuhan). Ini menunjukkan hak istri atas nafkah sangat kuat dalam syariat.

Hadis tentang Keutamaan Nafkah Keluarga (Sedekah Terbaik)

Hadis ini menjelaskan prioritas infak (pengeluaran harta) dan bahwa nafkah yang dikeluarkan suami untuk keluarganya adalah sedekah yang paling utama.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ»

(رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda: “Satu dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau berikan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang engkau infakkan kepada keluargamu (istri dan anak-anakmu), yang paling besar pahalanya adalah yang engkau infakkan kepada keluargamu.” (HR. Muslim)

Hadis ini menekankan bahwa memenuhi kewajiban nafkah keluarga memiliki keutamaan pahala yang melebihi sedekah sunah lainnya, bahkan lebih besar dari infak untuk jihad atau memerdekakan budak. Hal ini menunjukkan betapa tinggi kedudukan ekonomi keluarga dalam Islam, di mana memenuhi tanggung jawab nafkah adalah ibadah yang paling utama dan wajib didahulukan.

Hadis tentang Pahala Ganda Istri yang Menafkahi Keluarga

Hadis ini sangat relevan dengan isu istri bekerja, karena menjelaskan bahwa istri yang menggunakan hartanya untuk menafkahi suami dan anak-anaknya yang membutuhkan akan mendapatkan pahala yang berlipat.

عَنْ زَيْنَبَ امْرَأَةِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَتْ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَيُجْزِئُ عَنِّي أَنْ أَتَصَدَّقَ عَلَى زَوْجِي وَأَيْتَامٍ لِي فِي حِجْرِي؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «نَعَمْ، لَكِ أَجْرَانِ: أَجْرُ القَرَابَةِ، وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ»

(رواه البخاري)

Dari Zainab, istri Abdullah (bin Mas’ud), dia berkata: “Wahai Nabi Allah, apakah cukup bagiku untuk bersedekah kepada suamiku dan anak-anak yatim yang ada dalam asuhanku?” Maka Nabi ﷺ bersabda: “Ya, engkau mendapatkan dua pahala: pahala hubungan kekerabatan (ajrul qarabah) dan pahala sedekah (ajrus shadaqah).” (HR. Bukhari)

Istri Bekerja/Memiliki Harta: Zainab adalah seorang wanita yang memiliki harta dan bekerja dengan tangannya. Suaminya, Abdullah bin Mas’ud, adalah seorang sahabat yang miskin.

Harta Istri adalah Milik Istri: Hadis ini secara implisit menunjukkan bahwa harta yang dimiliki istri adalah miliknya sendiri, sehingga ia memiliki kebebasan untuk menyedekahkannya, bahkan kepada suaminya sendiri.

Pahala Ganda: Jika seorang istri (yang secara syariat tidak wajib menafkahi suami) menggunakan hartanya untuk membantu memenuhi kebutuhan suami dan anak-anaknya karena suami sedang lemah ekonomi atau full di rumah (seperti kasus Abdullah bin Mas’ud), ia akan mendapatkan dua pahala sekaligus:

Pahala Sedekah: Karena mengeluarkan harta di jalan Allah.

Pahala Silaturahmi/Kekerabatan: Karena sedekah itu diberikan kepada kerabat dekat (suami dan anak-anak).

Hukum Istri Bekerja dan Suami di Rumah:

Fenomena ini diperbolehkan dalam Islam, asalkan didasari oleh izin dan kerelaan suami-istri, dan tidak melanggar batasan syariat (misalnya istri tetap menjaga kehormatan). Dalam situasi di mana istri menjadi pencari nafkah karena kondisi suami, harta istri yang digunakan untuk keluarga tetap bernilai sedekah dan membawa pahala ganda. Meskipun demikian, prinsip dasar kewajiban nafkah suami tidak gugur, dan suami tetap bertanggung jawab melindungi dan mengurus urusan rumah tangga dengan baik.

 

Share the Post:
Related Posts