Zakat harta, atau zakat maal, bukan sekadar kewajiban ritual dalam Islam. Lebih dari itu, ia adalah instrumen ekonomi dan sosial yang memiliki peran strategis dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan mekanisme distribusi kekayaan dari yang mampu kepada yang membutuhkan, zakat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan dua sisi jurang sosial-ekonomi. Zakat adalah pilar utama yang menopang fondasi masyarakat yang madani—beradab, adil, dan berempati.
Kewajiban zakat secara eksplisit disebutkan dalam banyak ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW. Salah satu ayat yang paling fundamental adalah perintah Allah SWT yang seringkali disandingkan dengan perintah salat:
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ
Artinya:“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Penyandingan salat dan zakat dalam ayat ini menunjukkan betapa pentingnya zakat sebagai rukun Islam. Salat adalah ibadah vertikal yang menguatkan hubungan manusia dengan Tuhannya, sedangkan zakat adalah ibadah horizontal yang mengatur hubungan sesama manusia. Keduanya tidak dapat dipisahkan; keimanan yang sempurna tercermin dari ketaatan spiritual dan kepedulian sosial.
Selain itu, Al-Qur’an juga menegaskan bahwa zakat adalah alat untuk membersihkan dan mensucikan harta serta jiwa. Allah SWT berfirman:
خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
Artinya:“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)
Kata tuthahhiruhum (membersihkan mereka) dan tuzakkihim (mensucikan mereka) dalam ayat ini menunjukkan fungsi ganda zakat. Zakat membersihkan harta dari hak orang lain yang mungkin terkandung di dalamnya dan pada saat yang sama mensucikan jiwa muzakki (pemberi zakat) dari sifat kikir dan egois.
Manfaat zakat tidak hanya terbatas pada pahala di akhirat, tetapi juga dampak nyata di dunia. Zakat adalah mesin penggerak ekonomi yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan sosial.
- Pengentasan Kemiskinan dan Peningkatan Kesejahteraan: Zakat memberikan bantuan finansial langsung kepada delapan golongan penerima (asnaf). Ini termasuk fakir, miskin, dan orang-orang yang terlilit utang (gharimin). Dengan memenuhi kebutuhan dasar mereka, zakat membantu para mustahiq(penerima zakat) untuk bangkit dari kesulitan ekonomi. Jika dikelola dengan baik, zakat dapat menjadi modal usaha atau biaya pendidikan yang memberdayakan, sehingga penerima zakat dapat beralih dari status penerima menjadi pemberi zakat (muzakki).
- Mencegah Penimbunan Harta: Islam sangat melarang penimbunan kekayaan. Zakat berfungsi sebagai mekanisme sirkulasi harta, memastikan bahwa kekayaan tidak hanya berputar di kalangan orang kaya saja. Hadis Nabi SAW secara tegas menyatakan: “Ambillah dari orang-orang kaya mereka (zakat) dan kembalikanlah kepada orang-orang fakir mereka.”(HR. Bukhari dan Muslim). Pernyataan ini menunjukkan bahwa zakat adalah hak orang miskin yang ada pada harta orang kaya. Dengan demikian, zakat mencegah stagnasi ekonomi dan mendorong perputaran uang yang lebih merata.
- Membangun Solidaritas Sosial: Zakat menumbuhkan rasa empati dan kepedulian di dalam masyarakat. Dengan menunaikan zakat, orang kaya menyadari bahwa sebagian dari harta mereka adalah hak orang lain yang membutuhkan. Hal ini menghilangkan jurang sosial dan menciptakan ikatan persaudaraan yang kuat antara si kaya dan si miskin. Rasa iri dan dengki dari kalangan miskin terhadap orang kaya dapat tereliminasi karena adanya kesadaran bahwa mereka memiliki hak atas sebagian harta tersebut.
Imam Yusuf al-Qaradawi, salah satu ulama kontemporer terkemuka, dalam kitabnya Fiqh al-Zakat menjelaskan bahwa zakat memiliki peran ganda: sebagai ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai instrumen untuk mewujudkan keadilan sosial. Menurutnya, zakat bukan hanya membersihkan harta, tetapi juga membersihkan masyarakat dari penyakit-penyakit sosial seperti kemiskinan dan kesenjangan yang ekstrim.
Dr. Muhammad Umer Chapra, seorang ekonom Islam ternama, berpendapat bahwa zakat adalah pilar utama dari sistem ekonomi Islam yang bertujuan untuk mencapai keadilan, keseimbangan, dan stabilitas. Ia menjelaskan bahwa zakat, bersama dengan larangan riba, mendorong investasi yang produktif dan mengurangi spekulasi. Dengan demikian, zakat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan adil.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa zakat harta adalah lebih dari sekadar sumbangan. Ia adalah sistem yang dirancang Ilahi untuk menjaga keseimbangan spiritual dan material manusia. Manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh mustahiq yang menerima, tetapi juga oleh muzakki yang memberi, dan seluruh masyarakat yang merasakan dampak positif dari distribusi kekayaan. Zakat mengajarkan bahwa harta adalah amanah, bukan hak mutlak, dan dengan menunaikannya, umat Islam berkontribusi pada penciptaan masyarakat yang lebih adil, makmur, dan penuh kasih sayang.
Kontributor: Suyanto (Pengurus PCM Bawang dan Mahasiswa Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah di Banjarnegara)
Editor: Dhimas