Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banjarnegara
Jl. K.H. Ahmad Dahlan No.8, Banjarnegara, Jawa Tengah 53418

Bingkai Ukhuwah Sekolah Tabligh

Setiap perjalanan hidup itu pasti selalu menggoreskan warna. Menebar benih kenangan yang mungkin mudah terlupakan, tapi tertatah rapi dalam monumen kehidupan. Ada bauran rasa yang tidak mungkin terurai lengkap dalam kata. Ada harmoni antara kesyukuran dan keikhlasan yang mungkin lekang terjaga.

Begitulah kiranya goresan kenangan berproses di Sekolah Tabligh. Sebuah sekolah yang sangat unik dan ekslusive. Tapi dengan keistimewaan itu, sayangnya tidak semua mahasiswa bisa bertahan hingga ramuan ilmu habis terkucurkan. Padahal sekolah ini menawarkan pengalaman batin luar biasa. Laksana permadani qurani yang membetang seluas samudera. Menantang jiwa untuk berselancar dalam riak dan gelombang bersama kencangnya badai melanda.

Kami yang diutus oleh persyarikatan, atau karena ada panggilan luhur dari Sang pemilik ilmu pengetahuan, berjuang mengarungi samudera itu. Tak peduli seberat apapun gempuran yang ada, qadarullah sauh ini terus berselancar dengan leluasa.

Ada bahan bakar yang tak mungkin habis. Bersumber dari kalam Sang pemilik energi alam semesta ini. Energi yang kami konversi sendiri. Membakar letih dan lelah sembari menjaga marwah amanah yang menjadi perisai diri.

اِنْفِرُوْا خِفَافًا وَّثِقَالًا وَّجَاهِدُوْا بِاَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“Berangkatlah kamu (untuk berperang), baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.S. Attaubah 41)

Ayat di atas memang tidak boleh sembarang   ditafsirkan. Tapi sekelibatan energi yang terpancarkan cukup sudah menjadi pemantik. Menggerakkan keimanan yang melaju naik turun bersama gumulan berbagai urusan.

Sampai detik ini, kami semakin tersadarkan. Panggilan luhur itu memang tidak mungkin lagi diabaikan. Umur, momen kebersamaan, harta benda, bahkan kewajiban yang saling bertrumbrukan harus rela disisihkan.

Kami juga tercerahkan, betapa banyak potensi yang belum tergali. Betapa banyak rintangan sebenarnya hanyalah sebatas narasi. Begitu juga ribuan rayuan begitu mudah silih berganti.

Tapi tekad kami mengikuti sekolah tak pernah goyah. Ada saja uluran Ilahi yang datang menghampiri. Memecah kebuntuan saat deadline mulai diterapkan. Mungkinkah ini hanya sebuah dekorasi perjuangan atau justru sebagai kolase dalam bingkai ukhuwah yang tak didapat dengan mudah?

Kawan, mungkin kau tak kan pernah merasakan sendiri. Tapi mungkin akan kau masih bisa menikmati resonansi dari kami. Terlebih bila mau merenungi penggalan ayat berikut ini.

 

يٰٓاَيُّهَا الرَّسُوْلُ بَلِّغْ مَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ مِنْ رَّبِّكَۗ وَاِنْ لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسٰلَتَهٗۗ وَاللّٰهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ

“Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika engkau tidak melakukan (apa yang diperintahkan itu), berarti engkau tidak menyampaikan risalah-Nya. Allah menjaga engkau dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.” (Q.S. Al-Maidah 67)

Sekarang mungkin mulai benderang. Mengapa sekolah tabligh begitu menantang. Terlampau luas kiranya ia memberi ruang. Di mana kami yang merasa mantap memilih peran meski bekal mungkin layaknya seutas benang

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran 104)

Kembali lagi kalam Ilahi itu nyaring berbunyi di telinga kami. Menggugah diri untuk mantap mengabdi. Bukan lagi untuk bumi pertiwi, tapi teruntuk maqom yang jauh lebih tinggi.

Sekolah tabligh memang bukan sumber tunggal yang terlampau sakral. Ia hanyalah washilah yang membuka sekelumit tirai komunal. Menerabas lebatnya rimba kehidupan di era serba digital.

Kami pun menjadi tahu, risalah ilahi akan selalu memancarkan nyala obor di tengah gelapnya kehidupan. Karena di setiap zaman akan selalu lahir penyeru baru yang menguatkan pendahulu. Entah hanya sebagai bidak atau justru kelak kan menjadi pembaharu. Semua itu kawan, tergerakkan karena pancaran iman. Bukan sekadar karena ilusi duniawi berupa cuan dan jabatan.

Mungkin frase tersebut boleh dianggap kiasan kesombongan jiwa. Atau sepotong eforia di tengah perjuangan yang sebenarnya baru bermula. Tapi nafas kami selalu menghembuskan keyakinan diri. Bahwa panggilan Ilahi itu nyata adanya. Bahkan tak pernah sedetik pun kami ditinggalkanNya.

هُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهٖۗ وَكَفٰى بِاللّٰهِ شَهِيْدًا

“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia mengunggulkan (agama tersebut) atas semua agama. Cukuplah Allah sebagai saksi.” (QS. Al-Fath 28)

Kawan, bila langkah kami kelak tak seindah yang terepresentasikan. Kami pun sudah rela menjadi gunjingan. Minimal kebermanfaat itu hadir di tengah keluarga kami, sembari tetap berpegang teguh pada kalam ilahi, sekali lagi.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

 

Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS Attahrim 6)

Teruntuk teman seperjuangan di sekolah tabligh. Proses yang kita jalani pastinya hanyalah permulaan entah yang kedua, ketiga, atau kesekian kalinya. Sekarang mari kita renungi perkataan Hasan Al Bana, seorang pembaharu yang hampir sezaman dengan kita.

اصلح نفسك واعوا غيرك

“Perbaikilah dirimu terlebih dahulu, kemudian serulah insan yang lainnya.”

Darimana lagi perbaikan itu bermula, selain dari keselarasan lisan, hati, pikiran, dan tindakan. Baru setapak kemudian menuju gerbang perubahan yang kita inginkan. Mungkin itu juga berat dan utopis tapi itulah prasyarat utama agar pesan kita bisa tetap dipercaya dan didengarkan. Setidaknya kita tidak mungkin kontradiktif, merajut kemuliaan bersama virus iman yang begitu mudah menjangkiti.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ. كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?

Sangat besarlah kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan. (QS  Asshaf 2-3)

Cukup sudah kiranya kesan ini aku ramu. Agar bisa menjadi pengingat, sekaligus penyemangat. Bahwa kita dihadirkan dalam satu bejana ilmu yang sama, bukan karena kebetulan semata. Tapi menjadi tonggak pembenar kalam nabi yang kita cinta

الارواح جنودٌ مجنَّدةٌ . فما تعارف منها ائتَلَف . وما تناكَر منها اختلف

“Ruh-ruh itu bagaikan pasukan yang dihimpun dalam kesatuan. Jika saling mengenal di antara mereka maka akan bersatu. Dan yang saling merasa asing di antara mereka maka akan berpisah.” (HR. Muslim 6376)

Selamat berjuang, dan semoga kelak kita bisa reuni di surga Ma’wa.

 

Kontributor: Rosyid (Sekolah Tabligh Banjarnegara

Editor: Dhimas

 

 

 

 

Share the Post:
Related Posts