Wahyu yang pertama kali turun pada Nabi Muhammad SAW adalah surat Al `Alaq ayat 1-5. Surat ini mengandung isyarat bahwa kegiatan membaca merupakan kegiatan yang mampu memberikan kesadaran untuk menuju ke arah yang maju dan lebih baik.
Membaca merupakan aktifitas dasar untuk membentuk intelektualitas seseorang. Perintah membaca juga mengisyaratkan bahwa pendidikan dapat dilakukan dengan berdasar pada pembacaan terhadap teks maupun konteks.
Budaya membaca diharapkan menginspirasi manusia untuk menciptakan teori dan pengetahuan dalam kerangka mengubah nasib manusia pada kehidupan yang beradab, bermoral, beretika dan sadar akan tujuan hidup sesungguhnya yaitu untuk mengabdi pada Allah SWT.
Selain itu, perintah membaca, meneliti, menelaah, menghimpun, dan sebagainya dikaitkan dengan “biismi Rabbika” (“Dengan nama Tuhanmu”). Pengaitan ini merupakan syarat sehingga menuntut dari si pembaca bukan saja sekadar melakukan bacaan dengan ikhlas, tetapi juga memilih bahan-bahan bacaan yang tidak mengantarkannyan kepada hal-hal yang bertentangan dengan “nama Allah” itu.
Al Qur`an secara dini menggaris bawahi pentingnya “membaca” dan keharusan adanya keikhlasan serta kepandaian memilih bahan-bahan bacaan yang tepat (Shihab, 2001: 168).
Membaca juga mengisyaratkan betapa pentingnya manusia untuk memperoleh pendidikan. Dalam Islam, pendidikan sangatlah penting terutaman dalam menanamkan nilai-nilai ketauhidan. Pendidikan dalam Islam adalah pendidikan yang bersumber dari al qur`an dan hadits Nabi. Al qur`an dan hadits dijadikan sebagai landasan hidup umat Islam termasuk dalam pendidikan.
Dalam sejarah Islam, tidak ada yang bisa menyangkal bahwa pendidikan Islam adalah landasan terwujudnya peradaban muslim yang terus berkembang. Dalam perjalanan menuju peradaban Islam, banyak lahir ilmuwan dan pakar diberbagai bidang ilmu.
Di saat negara-negara Barat masih terbelakang, Islam telah mencapai kemajuan dalam bidang kimia, fisika, sastra, politik, dan lain sebagainya. Hal ini terjadi karena Islam sangat support terhadap ilmu pengetahuan. Spirit al qur`an dan hadits “membakar” semangat umat Islam dalam menuntut ilmu serta melakukan berbagai uji coba dan penelitian ilmiah.
Generasi Muslim awal telah menyadari bahwa pendidikan adalah alat peradaban dan perangkat dalam pengabadian aliran pemikiran secara turun-temurun. Pendidikan memiliki kekuatan untuk memproduksi pemikiran dan ide-ide progresif dalam membangun tatanan hidup yang sejahtera.
Di sisi lain, anak adalah amanah dari Alloh SWT untuk ditunaikan dengan baik. Anak harus dibesarkan, dirawat dan dididik dengan baik. Sehingga anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang proporsional baik secara fisik, mental, spiritual, maupun intelektual.
Pendidikan anak pertama kali dilakukan di dalam keluarga. Ibu bapak merupakan penanggung jawab utama dalam lingkup keluarga untuk mendidik anak-anaknya. Segala penyimpangan dan kesalahan yang dilakukan anak dalam kehidupannya sehari-hari menjadi tanggung jawab ibu bapaknya untuk meluruskan dan mencegahnya (Thalib, 2001: 56).
Mempersiapkan masa depan dan harapan anak di masa yang akan datang adalah tugas dan tanggung jawab orang tua. Orang tua adalah orang yang pertama yang harus memperhatikan seluruh kebutuhan anak untuk masa depannya.
Abu Hamzah Al Atsai mengatakan bahwa lingkungan pertama yang berperan penting menjaga keberadaan anak adalah keluarganya sebagai lembaga pendidikan yang paling dominan secara mutlak, lalu kemudian kedua orang tuanya dengan sifat-sifat yang lebih khusus (Rachman, 2014: 18).
Pendidikan yang pertama kali diajarkan pada anak adalah kalimat tauhid. Laillaha illa Alloh dan Muhammad rosulallah. Tidak ada Tuhan selain Alloh dan Nabi Muhammad adalah utusan Alloh. Setelah itu kemudian didiklah anak tersebut setelah umur tujuh tahun.
Pada masa permulaan Islam, pendidikan dilaksanakan di masjid maupun di rumah-rumah. Pada saat itu, belum ada bangunan khusus (sekolah) untuk pendidikan. Pendidikan Islam berdasar pada al qur`an dan as sunnah. Al qur`an dan as sunnah sebagai pedoman bagi umat Islam disemua aspek kehidupan termasuk dalam pendidikan.
Pendidikan Islam tidaklah dimaksudkan untuk mencetak manusia yang bercita-cita mengumpulkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya guna mencari kesenangan dan kemewahan hidup. Pendidikan Islam juga tidak dimaksudkan melahirkan manusia yang berkeinginan meraih kedudukan atau jabatan tertinggi agar dapat menjadi penguasa yang menundukkan orang yang dikuasainya. Ia juga tidak bertujuan mencetak manusia yang berilmu tinggi dan menggunakan ilmunya semata-mata untuk kepentingan duniawi (Rachman, 2014: 16).
Dengan rumusan tujuan semacam ini, ilmu yang didapat semata-mata digunakan untuk menggali segala kebajikan yang dapat dilakukan oleh manusa agar dapat menjalankan amal sholih sebanyak-banyaknya dan memberi manfaat kepada sesama manusia sehingga hal-hal yang merugikan manusia dapat dicegah (Rachman, 2014: 16).
Pendidikan Islam pada hakekatnya adalah proses internalisasi nilai – nilai spiritualitas pada jiwa anak agar terbentuk pribadi yang sholih, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Pendidikan Isam tidak hanya berorientasi pada kehidupan dunia semata, namun lebih jauh lagi yakni keselamatan dan kebahagiaan akherat.
Kontributor: Agus Priyadi, S.Pd.I (Ketua Majelis Tabligh Ranting Danaraja, anggota MT PCM Merden, anggota KMM PDM Banjarnegara dan Santri Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah di Banjarnegara.)
Editor: Dhimas